Opini
Pajak Tersembunyi Menguras Negara
Sebab, alih-alih masuk ke kas negara, uang publik bocor ke kantong pribadi pejabat, politisi, atau jaringan mafia birokrasi.
Jika diasumsikan PDB Indonesia 2024 sekitar Rp 20.000 triliun, maka kerugian pertumbuhan akibat korupsi bisa mencapai Rp 400–600 triliun setiap tahun.
Ini setara dengan lebih dari separuh penerimaan pajak PPN dalam setahun.
Korupsi juga menurunkan kepercayaan investor.
Transparency International menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024 dengan skor 34/100.
Skor ini stagnan dibandingkan tahun sebelumnya dan menandakan tingginya risiko hukum dan birokrasi bagi investasi.
Investor yang enggan masuk ke Indonesia berarti devisa berkurang, sementara kebutuhan utang untuk menutup defisit semakin besar.
Kasus Nyata: Dari Jiwasraya ke Timah
Kasus korupsi besar yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan betapa sistematisnya praktik “pajak tersembunyi” ini.
Kasus Jiwasraya (2018–2020): skandal investasi bodong BUMN asuransi ini menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 16,8 triliun.
Dana yang seharusnya menjamin masa pensiun jutaan nasabah hilang, dan pemerintah akhirnya harus menyuntikkan dana talangan untuk menyelamatkan sistem.
Ujungnya, beban fiskal bertambah.
Kasus Asabri (2019–2021): mirip dengan Jiwasraya, kasus ini menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 22,78 triliun.
Lagi-lagi, uang prajurit dan pensiunan TNI/Polri ikut raib.
Kasus Timah (2015–2022): Kejaksaan Agung mengungkap dugaan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun akibat praktik tata niaga ilegal di PT Timah Tbk.
Angka ini mencatatkan rekor baru, bahkan melampaui kasus BLBI di era 2000-an.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.