Opini
Bukan Makar Tetapi Keadilan
Belakangan mucul istilah makar, artinya sekarang ini pemerintah konsen lagi mencari ada tidaknya makar, dan siapa aktor utamanya.
Oleh : Amir Muhiddin
Dosen Fisip Unismuh Makassar / Sekretaris Koalisi Kependudukan Sul-Sel
TRIBUN-TIMUR.COM - Kini pemerintah sedang sibuk mencari kambing hitam siapa dalang dari demonstrasi, kerusuhan dan penjarahan yang terjadi sejak 25 Agustus sampai 1 September 2025.
Siapa terlibat dan siapa tokohnya, itu yang sedang dalam proses pencarian.
Belakangan mucul istilah makar, artinya sekarang ini pemerintah konsen lagi mencari ada tidaknya makar, dan siapa aktor utamanya.
Istilah makar tentu saja bukan istilah biasa, karena makar itu sendiri mengacu pada tindakan atau upaya untuk menggulingkan atau mengganti pemerintah yang sah, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 193 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jadi Makar bertujuan menggulingkan pemerintah yang sah, Merampas kemerdekaan, Mengancam keberlangsungan negara.
Hingga saat ini makar dan tokohnya belum ditemukan tetapi kalau menggunakamn istilah perusuh, pembakar dan penjarah, sudah ditemukan. Upaya untuk mencari dan menemukan siapa dalang kerusuhan, itu penting agar ada proses hukum, ada keadilan serta ada kepastian hukum, sehingga tidak ada kesan pembiaran.
Meski demikian dan tentu saja ini lebih penting, adalah mencari faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan hingga menelan korban manusia dan sejumlah infrasturuktur, bahkan penjarahan terhadap beberapa rumah anggota DPR dan menteri keuangan Sri Muliyani.
Seperti kita ketahui bahwa pasca kerusuhan, pemerintah terutama pihak keamanan sedang sibuk mencari orang-orang yang terlibat dalam kerusuhan, disertai penangkapan beberapa orang yang dianggap pemicu.
Sebaliknya pemerintah nyaris melupakan kesalahan yang terjadi bagi dirinya sendiri, yaitu keadilan yang justru menjadi penyebab utama terjadinya kerusuhan dan penjarahan.
Mencari dan menemukan siapa dalang kerusuhan penting agar kebijakan dalam bentuk program bisa diformulasi ulang, bisa juga ditemukan kebijakan dalam bentuk regulasi, baik yang mendukung maupun yang menghambat.
Misalnya terkait dengan gaji dan tunjangan DPR, gaji dan tunjangan komisaris dan direktur BUMN, demikian pula program Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih dan berbagai kebijakan terkait dengan pajak, Pajak Bumin dan Bangunan P2K dan sebagainya.
Namun yang paling penting adalah evaluasi kebijakan yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan gep dan kecemburuan sosial, ini sebenarnya subtansi masalahnya. Bukan hanya mencari siapa aktor utama yang pemerintah sebut makar.
Seperti kita ketahui bahwa pemicu utama demonstrasi tanggal 25 Agustus 2025 di depan gedung DP/MPR RI adalah gambar dan berita terkait dengan gaji dan tunjangan anggota DPR yang dinilai jauh berbeda dengan UMR di Jakarta, berbeda jauh dengan gaji seorang guru apalagi guru honorer.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.