Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Tragedi 298 dan Perlunya Redesain Sistem Keamanan Kolektif

Dua gedung penting—DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan—hangus dilalap api.

Editor: Sudirman
Tribun-Timur.com
OPINI - Asri Tadda Ketua DPW Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan 

Untung saja tidak ikut terbakar. Bayangkan jika api juga menjilat gedung-gedung universitas atau rumah sakit—kerusakan sosial dan psikologisnya tentu akan berlipat ganda.

Kampus di Makassar misalnya, pada sore hingga malam hari relatif sepi. Hanya segelintir petugas keamanan yang berjaga, sehingga menjadi target empuk bila ada penyusup berniat jahat.

Situasi ini memberi sinyal penting bahwa perlu ada kebijakan baru.

Mahasiswa sebaiknya sudah perlu kembali diberi ruang untuk beraktivitas hingga malam hari, bukan hanya demi kepentingan akademik, tetapi juga untuk memperkuat mitigasi sosial dan kebencanaan.

Kehadiran komunitas kampus di malam hari bisa menjadi “mata dan telinga” tambahan untuk mencegah potensi kerusuhan maupun ancaman lainnya.

Sistem Keamanan Kolektif

TRAGEDI 298 menyadarkan kita bahwa keamanan tidak bisa lagi semata-mata diandalkan kepada aparat kepolisian. Kapasitas aparat terbatas, sementara skala ancaman semakin kompleks.

Sudah waktunya setiap institusi—kampus, rumah sakit, pusat layanan publik—membangun sistem keamanan dan mitigasi mandiri berbasis komunitas.

Swadaya sosial dalam menjaga keamanan bukan berarti mengambil alih peran aparat, melainkan memperkuat ketahanan kolektif.

Model ini sejalan dengan semangat community resilience yang terbukti efektif di banyak negara dalam menghadapi situasi darurat, baik bencana sosial maupun bencana alam.

Pemerintah daerah juga tidak boleh abai. TRAGEDI 298 adalah alarm keras yang menuntut evaluasi menyeluruh terhadap lemahnya antisipasi, rapuhnya koordinasi lintas sektor, dan minimnya kanal dialog yang sehat antara pemerintah, mahasiswa, serta masyarakat sipil.

Jika kelemahan-kelemahan ini dibiarkan, bukan tak mungkin api yang telah membakar gedung DPRD beberapa waktu lalu, bisa menjelma jadi api ketidakpercayaan publik yang lebih sulit dipadamkan.

Penutup

TRAGEDI 298 bukan sekadar peristiwa kebakaran. Ia adalah simbol runtuhnya kewaspadaan kolektif kita, sekaligus ujian bagi daya tahan demokrasi lokal.

Pilihannya jelas, yakni menjadikannya pelajaran berharga untuk memperkuat keamanan berbasis komunitas dan memperkokoh dialog sosial, atau membiarkannya menjadi catatan kelam yang bisa saja bakal terulang di masa depan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved