Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ijazah Jokowi

Alasan Kubu Roy Suryo Tolak Keras Berdamai Jokowi, Usulan Prof Jimly Ditolak

Kuasa Hukum Roy Suryo cs, Ahmad Khozinudin menilai berlebihan jika mengambil pilihan mediasi dengan Jokowi.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
IJAZAH JOKOWI - Pakar Telematika Roy Suryo usai menjalani pemeriksaan tim penyidik Polda Metro Jaya di Gedung Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Kubu Roy Suryo cs menyebut tidak boleh ada kata damai dalam perkara ini, apalagi jika alasannya agar tidak dipenjara atau tidak menimbulkan kegaduhan. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kubu Roy Suryo memastikan tidak akan berdamai dengan eks Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus tudingan ijazah palsu.

Kuasa Hukum Roy Suryo cs, Ahmad Khozinudin menilai berlebihan jika mengambil pilihan mediasi dengan Jokowi.

Jika damai, maka pihak Roy Suryo tidak bisa lagi mewakili masyarakat yang selama ini telah menunggu kebenaran polemik ijazah Jokowi.

Usulan mediasi sebelumnya disampaikan Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof Jimly Asshiddiqie.

"Perkara ini substansinya sudah perkara publik. Tiba-tiba kita bermediasi, apalagi damai, yang kemudian masyarakat kehilangan objek yang selama ini sedang ditunggu-tunggu sebenarnya seperti apa, karena ditutupi dengan kedamaian," kata Ahmad Khozinudin, Jumat (21/11/2025), dikutip dari YouTube tvOneNews.

Sehingga,  tidak boleh ada kata damai dalam perkara ini.

Terlebih lagi jika alasannya agar tidak dipenjara atau tidak menimbulkan kegaduhan.

Jika alasannya demikian, kata Khozinudin, berarti di balik usulan damai itu sebenarnya ada ancaman di sana.

"Jadi tidak boleh ada kedamaian yang menutupi kesalahan, kekeliruan, apalagi berdamai hanya dengan dalih biar enggak dipenjara lah, biar ini tidak ada kegaduhan."

"Artinya apa? Sebenarnya di substansi perdamaian yang dinarasikan itu ada ancaman di sana. Seolah-olah kalau nggak damai, lu gua penjara, ini yang enggak benar," tegasnya.

Khozinudin telah menegaskan,  pihaknya menolak damai karena kasus ijazah palsu merupakan kasus pidana, bukan perdata.

"Tidak ada perdamaian dengan kepalsuan, tidak ada perdamaian dengan kebohongan, tidak ada kepalsuan dengan ketidakjujuran. Tidak ada kompromi antara al-haqq dan al-batil," tegas Khozinudin, Kamis (20/11/2025).

Khozinudin bahkan juga menyinggung Jokowi dalam perkara perdata sebelumnya yang tidak hadir ketika upaya mediasi.

"Jangan kemudian membangun narasi untuk mediasi di kasus pidana," ujar dia.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Sekjen Peradi Bersatu Ade Darmawan, menyatakan tidak ada masalah apabila memang nantinya ada upaya mediasi.

Namun, jika kasus tetap dilanjutkan, kata Ade, pihaknya akan merasa lebih senang lagi.

"Kalau di pihak kita, apapun itu yang diinginkan oleh publik dan teman-teman, kedua belah pihak, monggo. Kita enggak pernah menutup ruang itu (mediasi), tetapi kita juga tidak menafikan bahwa kalau mau lanjut lebih bagus lagi," paparnya.

Kendati demikian, Ade belum bisa memastikan apakah Jokowi akan hadir dalam mediasi tersebut karena dia mengaku belum membahasnya dengan eks presiden itu.

"Kalau mediasi mau datang, saya tidak bisa memastikan bahwa Pak Ir. Joko Widodo akan bersedia hadir untuk untuk pertemuan di Polda Metro ya, tentu harus tanyakan langsung kepada Pak Jokowi kan, karena kami belum belum ada pembicaraan sampai ke arah situ," ungkapnya.

Dalam kasus tudingan ijazah palsu ini, polisi telah menetapkan delapan tersangka, termasuk Roy Suryo; ahli digital forensik, Rismon Sianipar; dan  Tifauzia Tyassuma atau dokter Tifa.

Roy Suryo, Rismon, dan Tifa ditetapkan tersangka karena diduga berupaya menghapus atau menyembunyikan informasi maupun dokumen elektronik, serta memanipulasi dokumen agar tampak asli.

Mereka pun dijerat dengan Pasal 27A  juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, dengan hukuman penjara 8-12 tahun.

Roy Suryo, Rismon, dan Tifa juga telah diperiksa sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025) lalu, tetapi tidak ditahan. Penyidik mengajukan 134 pertanyaan terhadap Roy Suryo, 157 pertanyaan terhadap Rismon, dan 86 pertanyaan terhadap dokter Tifa.

Kemudian, pada Kamis lalu, Roy Suryo cs diperiksa kembali di Polda Metro Jaya.

Roy Suryo cs juga telah dicekal bepergian ke luar negeri oleh polisi dan para tersangka dikenakan wajib lapor.

Kubu Roy Suryo Kembali Ajukan Gelar Perkara Khusus

Dalam perkara ini, Khozinudin menyatakan bahwa pihaknya kembali mengajukan gelar perkara khusus (GPK) kepada Bagian Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Kamis ini.

Sebelumnya, gelar perkara khusus pernah diajukan pada 21 Juli 2025 saat Roy Suryo cs masih berstatus saksi di Polda Metro Jaya.

"Kami juga kembali mengirimkan permohonan gelar perkara khusus yang hari ini kami serahkan kembali ke Wassidik," ucap Khozinudin.

Sebaliknya penanganan kasus di Polda Metro Jaya, penyelidikannya ditingkatkan menjadi penyidikan.

"(Di Polda Metro Jaya) tidak dilakukan gelar perkara khusus," tuturnya.

Khozinudin mendorong agar dilakukan gelar perkara khusus terkait kasus yang dilaporkan Jokowi di Polda Metro Jaya, agar sejalan dengan semangat wacana perbaikan institusi Polri.

"Sebagaimana sudah dilakukan oleh Mabes Polri pada Dumas yang dilakukan oleh TPUA," pungkasnya.

Untuk diketahui, penetapan tersangka Roy Suryo cs tersebut dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Klaster pertama ada lima tersangka, yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah. Mereka semua diketahui belum diperiksa.

Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, dengan ancaman pidana enam tahun penjara, serta sejumlah pasal dalam UU ITE dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Sementara klaster kedua ada tiga tersangka, yakni Roy Suryo, Rismon, dan Tifa.

Klaster kedua ini dikenakan kombinasi pasal KUHP dan UU ITE, termasuk Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 dengan ancaman pidana penjara 8-12 tahun.

Kenapa Roy Suryo cs Tidak Ditahan?

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Iman Imanuddin, menjelaskan alasan pihaknya tidak menahan Roy Suryo cs karena menjunjung tinggi asas-asas dalam undang-undang yang mengatur di dalam proses pemeriksaan dari ketiga tersangka.

"Hak-hak bagi beliau-beliau untuk mendapatkan waktu makan siang, ibadah dan lain-lain, kami berikan selama proses pemeriksaan tersebut," ucap Iman.

"Setelah ini kepada ketiga tersangka, kami perbolehkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing," tambahnya.

Selain itu, Kombes Iman menyebut, alasan ketiga tersangka tidak ditahan karena mereka mengajukan ahli dan saksi yang meringankan. 

"Tentunya dalam hal ini kami sebagai penyidik harus menjaga keseimbangan, keterangan dan informasi sehingga proses penegakan hukum ini adil dan berimbang," pungkasnya.

Dalam waktu dekat ahli dan saksi yang diajukan para tersangka akan diambil keterangannya, tetapi belum ada kepastian kapan pemeriksaan ini akan dilakukan.

Adapun, selain Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifa, tersangka lainnya ada Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.

Penetapan tersangka Roy Suryo cs tersebut dibagi ke dalam dua klaster berdasarkan peran dan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Klaster pertama ada lima tersangka, yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Damai Hari Lubis, Rustam Effendi, dan Muhammad Rizal Fadillah. Mereka semua diketahui belum diperiksa.

Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, dengan ancaman pidana enam tahun penjara, serta sejumlah pasal dalam UU ITE dengan ancaman pidana enam tahun penjara.

Sementara klaster kedua ada tiga tersangka, yakni Roy Suryo, Rismon, dan dokter Tifa.

Klaster kedua ini dikenakan kombinasi pasal KUHP dan UU ITE, termasuk Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 dengan ancaman pidana penjara 8-12 tahun.

(Tribunnews.com/Rifqah/Reynas)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved