Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Silfester Terancam Bebas Usai Divonis Pencemaran Nama Baik JK, Akademisi dan Loyalis Memanas

Silfester tak kunjung dieksekusi mendapat pembelaan dari kuasa hukumnya, Lechumanan.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
EKSEKUSI SILFESTER - Kolase foto: Koordinator Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi Ahmad Khozinudin (kiri) dan Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina (kanan). Ahmad Kozinuddin, mengkritisi proses eksekusi relawan pendukung Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Silfester Matutina, yang tak kunjung dilaksanakan. 

"Nah, menurut Silfester, 'kami sudah bertemu dan bermaaf-maafan,'" tambahnya.

"Nah, RJ ini adalah sebuah proses untuk menghilangkan proses hukum setelah ada permohonan dan penerimaan maaf dan itu bagian dari rekonsiliasi antara korban maupun dengan yang ditersangkakan, dan menurut penasihat hukum, hal itu sudah terjadi," tegas David.

David menyebut sudah ada kasus-kasus sebelumnya yang bisa menjadi yurisprudensi atas RJ ini, seperti kasus di Boyolali dan Banyumas.

Sebagai informasi, yurisprudensi adalah kumpulan putusan hakim terdahulu yang menjadi pedoman bagi hakim lain dalam memutuskan perkara yang serupa, terutama ketika ada kekosongan atau ketidakjelasan hukum dalam undang-undang. 

Yurisprudensi berfungsi menciptakan kepastian hukum dan melengkapi undang-undang, serta merupakan sumber hukum formal di Indonesia

"Restorative justice ini sudah ada yurisprudensi. Ada beberapa case, ada di Boyolali, di Banyumas," ujar David.

"Beberapa orang yang kedapatan mencuri lalu sudah proses sidang, sudah terdakwa, tetapi dipertemukan, difasilitasi dan ada permohonan maaf korban menerima selesai," tambahnya.

Ahmad Khozinudin: Anggapan Eksekusi Silfester Sudah Daluarsa dan Adanya Restorative Justice Membodohi Masyarakat

Ahmad Khozinudin yang juga pengacara pakar telematika Roy Suryo itu menilai, alasan daluarsa dan RJ tidak bisa diterapkan dalam proses eksekusi terhadap Silfester Matutina.

Ia pun mengingatkan, ada perbedaan antara yurisprudensi dan preseden.

Menurutnya, suatu proses hukum bisa disebut yurisprudensi jika sudah ada putusan, kalau belum ada putusan, itu baru preseden saja.

Ahmad menilai, dalih daluarsa dan restorative justice dalam perkara Silfester Matutina ini justru membodohi masyarakat.

"Jadi saya ingin luruskan ya. Janganlah masyarakat dibikin bodoh dengan statement yang menambah bencana dua kali," kata Ahmad, dalam program Kompas Petang, Senin.

"Bencana pertama, kita lihat negara kita tuh kalah dengan seorang terpidana. Bencana yang kedua, masyarakat menjadi bodoh karena seolah-olah tindakan jaksa mengeksekusi itu keliru karena dianggap sudah daluarsa lah, ada restorative justice lah, dan seterusnya," tegasnya.

"Dan harus dibedakan namanya yurisprudensi dengan preseden. Kalau presedennya ada, iya tapi belum sampai putusan, belum menjadi yurisprudensi," paparnya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved