Imam Fauzan Sekjen PPP
Deretan Putra Sulsel Jadi Pengendali Partai Level Nasional, Fauzan Ikuti Jejak Idrus
Imam Fauzan Amir Uskara jadi Sekretaris Jenderal DPP PPP mendampingi Muhammad Mardiono
TRIBUN-TIMUR.COM -- Imam Fauzan Amir Uskara menambah daftar putra Sulsel pernah jadi pengedali partai level nasional.
Sebelumnya ada nama Jusuf Kalla, Anis Matta, AM Nurdin Halid, Idrus Marham.
Jusuf Kalla dan Anis Matta putra Sulsel yang pernah menjabat ketua umum parpol level nasinal.
Jusuf Kalla menjabat Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009.
Anis Matta menjabat presiden PKS periode 2013-2015, lalu Ketua Umum Gelora periode 2019-sampai sekarang.
Nurdin Halid pernah jadi ketua harian Golkar periode 2016-2017.
Anis Matta juga pernah menjabat Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) periode 1998-2013.
Sementara Idrus Marham pernah menjabat Sekjen Golkar periode 2009-2017.
Kini ada nama Imam Fauzan Amir Uskara jadi Sekretaris Jenderal DPP PPP.
Mardiono mempercayakan Fauzan jadi pendampingnya seusai Muktamar X di Ancol, Jakarta, Sabtu (27/9/2025).
Demisioner Amir Uskara, membenarkan keputusan tersebut.
SK kepengurusan disahkan setelah Mardiono mendaftarkan struktur pengurus hasil Muktamar X ke Kemenkumham pada Senin (30/9/2025).
“Sekjen DPP PPP (Imam Fauzan telah) menerima SK Menteri Hukum tentang kepengurusan DPP PPP," kata Amir Uskara, Kamis (2/10/2025).
Imam Fauzan merupakan Ketua DPW PPP Sulsel dan putra Amir Uskara.
Menteri Andi Agtas mengakui telah menandatangani SK kepengurusan DPP PPP di bawah komando Mardiono.
Penandatanganan dilakukan setelah PPP mengirim surat pendaftaran ke Kemenkumham pada Senin (30/9/2025).
“Nah, khusus yang terkait dengan PPP, pada tanggal 30 (September) salah satu yang mendaftar adalah Pak Mardiono,” ujar Supratman.
Setelah pendaftaran, kubu Mardiono langsung mengakses sistem administrasi badan hukum untuk pengecekan.
Berdasarkan penelitian AD/ART partai, struktur kepengurusan mengacu pada hasil Muktamar IX di Makassar dan tidak berubah.
“Maka kemarin pagi saya sudah menandatangani SK pengesahan kepengurusan Bapak Mardiono,” katanya.
Supratman mengaku belum mengetahui secara detail apakah berkas SK sudah diambil kubu Mardiono.
“Yang jelas, saya sudah menandatangani kepengurusan itu,” tuturnya.
Kepengurusan ini muncul di tengah dualisme PPP pasca-Muktamar X.
Dalam muktamar tersebut, dua kubu mengklaim aklamasi Ketua Umum, yakni Mardiono dan Agus Suparmanto.
Kericuhan sempat terjadi, termasuk aksi saling dorong, adu mulut, hingga lempar kursi.
Meski begitu, kedua kubu tetap mengirim surat permohonan pendaftaran SK kepengurusan ke Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham. (*)
Berikut profil deretan tokoh Sulsel pernah pegang jabatan mentereng di DPP Partai
Muhammad Jusuf Kalla (lahir 15 Mei 1942) adalah seorang wirausahawan asal Indonesia. Dalam kiprahnya berpolitik, ia bergabung dengan Partai Golongan Karya dan pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia selama dua periode masa jabatan secara tidak berturut-turut.
Periode pertamanya, pria yang populer dengan nama akronim JK ini maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.
Keduanya merupakan rekan dalam Kabinet Gotong Royong. Mereka berhasil memenangkan Pemilu Presiden 2004.
Partai Golongan Karya mengusung JK pada Pemilu Presiden 2009 sebagai calon presiden bersama dengan Wiranto dari Partai Hati Nurani Rakyat sebagai calon wakil presiden. Akan tetapi, perolehan suaranya kurang melebihi ambang batas pencalonan presiden dan kalah dari pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
JK maju kembali pada Pemilu Presiden 2014 sebagai calon wakil presiden.
Ia secara resmi dicalonkan untuk mendampingi Joko Widodo dalam deklarasi pasangan calon di Gedung Joang '45, Jakarta. Pasangan ini diusung oleh lima partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Kehidupan awal
Jusuf Kalla lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Mei 1942 sebagai anak ke-2 dari 17 bersaudara dari pasangan Haji Kalla dan Athirah, pengusaha keturunan Bugis yang memiliki bendera usaha Kalla Group.
Bisnis keluarga Kalla tersebut meliputi beberapa kelompok perusahaan di berbagai bidang industri. Di Makassar, Jusuf Kalla dikenal akrab disapa oleh masyarakat dengan panggilan Daeng Ucu.
Pengalaman organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan Jusuf Kalla antara lain adalah Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Sulawesi Selatan 1960–1964, Ketua HMI Cabang Makassar tahun 1965–1966, Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS) 1965–1966, serta Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tahun 1967–1969.
Sebelum terjun ke politik, Jusuf Kalla pernah menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan. Hingga kini, ia pun masih menjabat Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) di alamamaternya Universitas Hasanuddin, setelah terpilih kembali pada musyawarah September 2006.
Pengusaha
Tahun 1968, Jusuf Kalla menjadi CEO dari NV Hadji Kalla. Di bawah kepemimpinannya, NV Hadji Kalla berkembang dari sekadar bisnis ekspor-impor, meluas ke bidang-bidang perhotelan, konstruksi, pejualan kendaraan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, kelapa sawit, dan telekomunikasi.
Karier politik
Jusuf Kalla menjabat sebagai menteri pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4), tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat KKN.
Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI yang ke-5).
Jusuf Kalla kemudian mengundurkan diri sebagai menteri karena maju sebagai calon wakil presiden, mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan kemenangan yang diraih oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI yang ke-6, secara otomatis Jusuf Kalla juga berhasil meraih jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang ke-10.
Bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono, keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat.
Ia menjabat sebagai ketua umum Golongan Karya menggantikan Akbar Tanjung sejak Desember 2004 hingga 9 Oktober 2009.
Pada 10 Januari 2007, ia melantik 185 pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan Kekaryaan Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golongan Karya di Slipi, Jakarta Barat, yang mayoritas anggotanya adalah cendekiawan, pejabat publik, pegawai negeri sipil, pensiunan jenderal, dan pengamat politik yang kebanyakan bergelar master, doktor, dan profesor.
Melalui Munas Palang Merah Indonesia XIX, Jusuf Kalla terpilih menjadi ketua umum Palang Merah Indonesia periode 2009–2014 dan terpilih untuk kedua kalinya pada Munas XX untuk periode 2014–2019.
Selain itu ia juga terpilih sebagai ketua umum Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia periode 2012–2017 dalam Muktamar VI DMI di Jakarta.
2. Anis Matta
Muhammad Anis Matta, L.c (lahir 7 Desember 1968)[3] adalah seorang politikus Indonesia yang saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di Kabinet Merah Putih sejak tanggal 21 Oktober 2024 mendampingi Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono.
Anis Matta juga merupakan Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia sejak 2019.
Sebelumnya, Anis adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera dari 2013 hingga 2015[5] dan Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan dari 2009 hingga 2013 yang kemudian memilih untuk mengundurkan diri karena ingin berfokus dalam mempersiapkan PKS menghadapi pemilu legislatif tahun 2014.
Masa kecil
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan.
Masa kecil dan remaja Anis dilalui di beberapa daerah di Indonesia Timur.
Lahir di Bone, sekolah dasar dilaluinya di SD Katolik Mathias I di Tual, Maluku Tenggara, kembali ke Bone dan lulus dari SD Inpres Welado, Bone. Ia lalu masuk pondok pesantren pada usia SMP-SMA di Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah, Gombara, Makassar.
Pendidikan
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus bila tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya dalam bentuk catatan kaki atau pranala luar.
Anis melanjutkan pendidikan setelah mendapat beasiswa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta. Ia merampungkan sarjana jurusan syariah pada 1992. Sambil kuliah, ia giat mengikuti kursus bahasa Inggris di bilangan Salemba.
Anis mengikuti program American Council for Young Political Leader (ACYPL) di Amerika Serikat (2000) dan Kursus Singkat Angkatan ke-9 Lemhanas.
Karier
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Tolong bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Bab atau bagian ini akan dihapus bila tidak tersedia referensi ke sumber tepercaya dalam bentuk catatan kaki atau pranala luar.
Selesai kuliah, Anis sempat menjadi dosen agama Islam di Program Ekstension Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok. Salah satu aktivitas yang ditekuni Anis adalah berdakwah di masjid-masjid perkantoran di Jakarta. Ia juga menekuni profesi sebagai pembicara dan konsultan pengembangan organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
3. Nurdin Halid
Andi Muhammad Nurdin Halid (lahir 17 November 1958) adalah seorang pengusaha, politikus dan administrator sepak bola Indonesia. Ia adalah Ketua Umum PSSI periode 2003—2011 dan pernah menjadi anggota DPR-RI dari Partai Golkar pada tahun 1999—2004.
Pada 2016, Nurdin Halid dipercaya jadi Ketua Harian DPP Golkar mendampingi Ketua Umum saat itu Setya Novanto.
4. Idrus Marham
Muhammad Idrus Marham (lahir 14 Agustus 1962) adalah seorang politisi Indonesia yang dulunya berasal dari kalangan akademisi.[1] Setelah mengundurkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk periode 2009-2014 pada tanggal 8 Juni 2011, karena menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya (Golkar).[2][3] Ia dilantik sebagai Menteri Sosial pada 17 Januari 2018. Idrus mengundurkan diri dari jabatan Mensos pada 24 Agustus 2018 terkait kasus korupsi.[4]
Kehidupan pribadi
Idrus Marham lahir di Patampanua, Pinrang pada tahun 1962.[5] Idrus muda banyak aktif dan terlibat pada organisasi kepemudaan dan keagamaan seperti Karang Taruna dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).[6] Idrus Marham melepas masa lajanganya pada umur 47 tahun dengan menikahi Ridho Ekasari (umur 28 tahun) pada hari kamis 4 Juni 2009.[7] Resepsi pernikahan dilaksanakan di Masjid Dian al Makhri, Jalan Meruyung, Limo, Depok, Jawa Barat yang biasa disebut Masjid Kubah Emas.[7] Hadir sebagai saksi dari pihak Idrus adalah Presiden Republik Indonesia saat itu Soesilo Bambang Yudhoyono sementara dari pihak istri adalah wakil presiden Jusuf Kalla.[8] Ridho Ekasari merupakan mantan presenter Metro TV.[7] Awal perkenalannya dimulai ketika Ridho membawakan sebuah acara keagaman di suatu stasiun TV swasta kemudian Idrus mengontaknya.[7] Kemudian hubungan mereka berlanjut ketika keduanya sering bertemu dalam acara keagamaan.[7]
Pendidikan
Idrus Marham menempuh pendidikannya dari SD hingga SMA di daerah asalnya Sulawesi Selatan salah satunya adalah PGAN Pare-Pare.[6] Pada masa inilah Idrus mulai mengenal organisasi.[6] Aktivitas organisasinya dimulai dengan bergabung di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sejak ia duduk di bangku SMP.[6] Setelah lulus SMA pada tahun 1979 Idrus melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Fakultas Syari'ah IAIN Alauddin Makassar.[1] Tahun 1983 Idrus melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo, Semarang.[1] Pada tahun 2009 ketika masih menjadi anggota DPR periode 2004-2009 Idrus menyelesaikan pendidikan S3 nya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.[9] Idrus meraih gelar doktor ilmu politik dengan predikat cumlaude setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Demokrasi Setengah Hati; Studi Kasus Elite Politik di DPR RI 1999-2004” melalui ujian terbuka promosi doktor yang diuji oleh Prof. Dr. Ichlasul Amal, Dr. Pratikno dan Prof. Dr. Bachtiar Effendi.[9] Idrus tercatat sebagai doktor ke 1019 yang telah diluluskan oleh UGM.[9]
Karier Politik
Masuknya Idrus dalam dunia politik dimulai ketika ia terpilih sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat pada pemilu 1997.[6] Setelah itu melalui partai Golkar ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk tiga periode berturut-turut yaitu 1999-2004, 2004-2009, dan 2009-2014 untuk daerah pemilihan III Sulawesi Selatan.[10] Salah satu peran Idrus yang menonjol sebagai anggota DPR adalah ketika Ia menjadi ketua Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.
5. Imam Fauzan
Imam Fauzan (29 tahun) resmi diangkat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2025–2030.
Penunjukan putra dari wakil ketua umum DPP PPP, Amir Uskara ini secara otomatis menjadikannya Sekjen salah satu partai politik tertua di Indonesia.
Ia lebih muda dari Yohanna Murtika, Sekretaris Jenderal DPP Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) 2022-2024.
Perempuan kelahiran 29 Juni 1993 ini berusia 32 tahun.
Keputusan bersejarah ini ditegaskan langsung oleh Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, melalui penyerahan Surat Keputusan (SK) di Kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Senin (30/9/2025).
Pecah Rekor! Putra Makassar Imam Fauzan Jadi Sekjen DPP PPP Termuda se-Indonesia |
![]() |
---|
PPP Sulsel dalam Ancaman Perpecahan Imbas Dualisme DPP? Pengamat: Bibit-bibit itu Ada |
![]() |
---|
Amir Uskara, Politisi Ulung dari Sulsel Dibalik Mardiono Jadi Ketua Umum PPP |
![]() |
---|
Pengamat Politik Unhas: Dualisme PPP Lemahkan Struktur Partai di Daerah |
![]() |
---|
PPP Diambang Perpecahan, Muktamar X Hasilkan 2 Ketua Umum Agus Suparmanto-Mardiono |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.