Korupsi Kuota Haji
Perjalanan Korupsi Kuota Haji Seret Eks Menag Yaqut ke Gedung KPK, Terbaru Orang Penting GP Ansor
Syarif Hamzah Asyathry diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan kuota ibadah haji
TRIBUN-TIMUR.COM - Kasus korupsi kuota haji tahun 2023-2024 memasuki babak baru.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sudah memeriksa sejumlah pihak. '
Terbaru KPK memeriksa salah satu sosok penting di kepengurusan Gerakan Pemuda (GP) Ansor.
Ialah Syarif Hamzah Asyathry Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat GP Ansor diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Syarif Hamzah Asyathry diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan kuota ibadah haji pada Kamis (4/9/2025).
GP Ansor organisasi kepemudaan dibawah Nahdlatul Ulama (NU).
GP Ansor didirikan di Banyuwangi 24 April 1934.
Pemeriksaan untuk mendalami kaitan Syarif dengan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) disita penyidik saat menggeledah kediaman mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas (YCQ).
"Yang bersangkutan [Syarif Hamzah Asyathry] dikonfirmasi terkait dokumen dan BBE yang ditemukan saat penggeledahan di rumah Saudara YCQ," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).
Pemeriksaan terhadap Syarif merupakan bagian dari langkah penyidik untuk mengurai benang merah dari barang bukti yang diamankan dari rumah Yaqut di Jakarta Timur pada 15 Agustus 2025 lalu.
Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita sejumlah dokumen dan sebuah telepon genggam yang diyakini menyimpan informasi krusial terkait dugaan penyelewengan kuota haji.
Selain Syarif, KPK pada hari yang sama juga memeriksa lima saksi lainnya.
Mereka adalah pihak asosiasi travel, yakni Syam Resfiadi yang menjabat sebagai Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi).
Kemudian Muhammad Al Fatih dan Juahir dari Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri), serta Firda Alhamdi selaku pegawai PT Raudah Eksati Utama.
Turut diperiksa pula pejabat dari Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Muhamad Agus Syafii.
Pemeriksaan intensif ini menunjukkan upaya KPK untuk terus mengembangkan penyidikan yang telah menjerat sejumlah nama besar.
Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024.
Kebijakan yang membagi kuota 50:50 antara haji reguler dan haji khusus itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang seharusnya menetapkan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Penyimpangan alokasi ini diduga membuka celah praktik jual beli kuota haji khusus oleh oknum di Kementerian Agama (Kemenag) dan biro perjalanan haji.
Akibatnya, calon jemaah yang seharusnya antre bertahun-tahun dapat langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang.
KPK menaksir kerugian negara akibat skandal ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Hingga saat ini, KPK belum mengumumkan tersangka secara resmi.
Namun, lembaga antirasuah telah mencegah Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha travel haji Fuad Hasan Masyhur bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan.
Rekam jejak
Syarif Hamzah Asyathry adalah tokoh kunci di lingkup kepemudaan NU, dikenal sebagai salah satu pimpinan GP Ansor.
Keterlibatannya dalam pemeriksaan KPK terkait kasus kuota haji menempatkannya dalam sorotan publik, meski sejauh ini masih sebagai saksi dan belum menjadi tersangka.
Tanggal 4 September 2025, Syarif Hamzah Asyathry dipanggil sebagai saksi oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
Pemeriksaan dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK, dan Syarif hadir sejak pagi dengan status sebagai wiraswasta.
Kasus ini semula mencuat setelah pemeriksaan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada awal Agustus 2025.
Lembaga antirasuah kemudian menyatakan bahwa dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun .
Pemerintah dituduh memecah kuota tambahan haji secara tidak proporsional, seharusnya pembagian 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, namun dikabarkan dibagi rata 50:50.
Selain Syarif, KPK memeriksa tujuh saksi lainnya dari kalangan pejabat Kemenag dan asosiasi penyelenggara travel haji/umrah.
Sita Uang Rp 26 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami korupsi kuota haji tahun 2023-2024.
KPK bahkan sudah menyita sejumlah barang termasuk uang tunai Rp 26,29 miliar.
Kasus korupsi ini terjadi di era Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas atau Gus Yaqut.
KPK telah menyita uang tunai ini senilai 1,6 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 26,29 miliar.
Selain menyita uang puluhan miliar, KPK juga menyita empat mobil.
Namun KPK tidak menyebut secara rinci dari siapa uang sebanyak itu termasuk mobil.
Sebelumnya KPK sudah memeriksa eks Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas.
Ia diduga terlibat dalam korupsi kuota haji tahun 2024-2024 dimana ia masih menjabat sebagai Menteri Agama.
Dicegat keluar Negeri
Gus Yaqut punya harta kekayaan Rp 13 miliar lebih sesuai laporan LHKPN sudah dicegat bepergian keluar negeri.
Dikutip dari kompas.com, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, pencegahan ini dilakukan dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji 2024 yang terjadi di Kementerian Agama.
“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 orang yaitu YCQ (Yaqut Cholil Qoumas), IAA, dan FHM terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).
Larangan bepergian keluar negeri ini untuk memudahkan penyidikan oleh KPK.
SK menteri Barang Bukti
Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait pembagian kuota haji tambahan yang ditandatangani oleh Gus Yaqut dijadikan barang bukti oleh KPK.
KPK juga harus menggali lebih dalam tentang bagaimana proses SK soal pembagian kuota haji itu terbit.
"Kemudian terkait dengan adanya SK yang ditandatangani oleh YCQ ini apakah sudah akan menjadi potential suspect (tersangka)."
"Itu menjadi salah satu bukti (SK), jadi kita kan perlu banyak bukti, salah satunya sudah kita peroleh, itu tadi SK yang sudah kita peroleh dan tentunya menjadi salah satu bukti."
"Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan. Kita juga harus memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit," jelas Asep.
Asep menjelaskan, untuk jabatan setingkat menteri biasanya ada beberapa kemungkinan SK ini diterbitkan oleh suatu Kementerian.
Bisa SK itu sudah jadi dan menteri tersebut tinggal menandatangani. Bisa juga SK ini terbit karena ada perintah dari posisi yang lebih tinggi. Hal ini yang masih didalami oleh KPK.
"Karena pada umumnya, pada jabatan setingkat menteri, yang bersangkutan apakah memang merancang SK itu sendiri atau SK itu sudah jadi dan ada yang menyusun SK itu, kemudian istilahnya disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditandatangani."
"Jadi kita lihat seperti tadi di awal itu siapa yang memberi perintah, apakah ada yang lebih tinggi dan memberi perintah, atau bagaimana, itu sedang kita dalami," terang Asep.
Lebih lanjut Asep mengungkap tindak pidana korupsi dalam kasus kuota haji ini terletak pada pembagian kuota haji reguler dan haji khusus yang tidak sesuai undang-undang.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, tercantum aturan pembagian kuota tambahan bagi haji reguler dan haji khusus. Yakni 92 persen untuk kuota haji reguler dan delapan persen untuk kuota haji khusus.
Namun dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait pembagian kuota haji tambahan yang ditandatangani Gus Yaqut ini, kuota haji tambahan sebesar 20.000 yang diberikan pemerintah Arab Saudi justru dibagi rata 50 : 50 antara kuota haji khusus dan reguler.
"Ini justru dari tingkat Dirjennya, di mana mereka kan sudah ketemu dengan asosiasi. Asosiasi yang tahu bahwa ada penambahan kuota haji sebesar 20.000, yang seharusnya berdasarkan undang-undang, sebesar 92 persen itu untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus."
"Kemudian mereka untuk berbagai macam alasan, akhirnya dibagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, artinya 50 persen dan 50 persen."
"Dan menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang yang ada. dan dibuatkan SK-nya, nah apakah ini usulan dari bawah, atau ini perintah dari atas, itu yang sedang kita dalami," tutur Asep.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Sosok Orang Penting GP Ansor Terseret Korupsi Kuota Haji, Yaqut Sudah Dicegat ke Luar Negeri |
![]() |
---|
Selain Uang Rp 26 Miliar, KPK Juga Menyita Barang Mewah Ini di Kasus Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Daftar Sitaan KPK di Kasus Korupsi Kuota Haji, Uang Tunai Rp 26 Miliar hingga Tanah |
![]() |
---|
Punya Yaqut? KPK Sita Uang Tunai Rp 26 Miliar dan 4 Mobil di kasus Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Khalid Basalamah Diperiksa KPK Terkait Korupsi Kuota Haji, Rumah Eks Menag Yaqut Sudah Digeledah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.