Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Profil Praswad Nugraha Eks Penyidik Minta Publik Tak Terkecoh, Kasus Nadiem di Kejagung dan KPK Beda

Ia menilai wajar jika KPK turun tangan dalam kasus Google Cloud karena ruang lingkup, modus, dan peristiwa pidana berbeda di Kejagung. 

Editor: Ansar
Kompas.com
NADIEM MAKARIM - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha menanggapi kasus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.  

TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha menanggapi kasus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim. 

Praswad Nugraha menegaskan, publik tidak boleh terkecoh.

Harus membedakan dua kasus besar yang saat ini berjalan di institusi penegak hukum yang berbeda.

Menurut Praswad, kasus pengadaan laptop Chromebook ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah perkara berbeda secara substansi dengan dugaan korupsi layanan Google Cloud yang sedang diselidiki KPK.

"Publik jangan terkecoh. Kasus Google Cloud dan Chromebook adalah dua hal yang berbeda. Chromebook menyangkut pengadaan perangkat keras, sedangkan Google Cloud berkaitan dengan layanan komputasi yang nilainya triliunan rupiah," ujar Praswad dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).

Ia menilai wajar jika KPK turun tangan dalam kasus Google Cloud karena ruang lingkup, modus, dan peristiwa pidananya berbeda dengan kasus yang ada di Kejagung

"Ini menunjukkan KPK masih sangat berhak dan wajib menyelesaikan perkara ini sampai tuntas," katanya.

Pernyataan ini mengemuka setelah Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung pada Kamis (4/9/2025) terkait kasus korupsi pengadaan Chromebook yang merugikan negara hingga Rp1,9 triliun.

Praswad mendorong KPK untuk menjaga independensinya dan tidak ragu untuk membidik pejabat tinggi dalam penyelidikan kasus Google Cloud. 

Berdasarkan informasi yang beredar, ia menyoroti bahwa kontrak layanan tersebut terkait dengan program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang diduga tidak melalui proses tender terbuka dan sarat akan konflik kepentingan.

"KPK agar jangan berhenti hanya pada level pegawai teknis, tetapi berani menyentuh pejabat tinggi, termasuk Menteri, bila keterlibatannya terbukti. Jangan ragu untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas," ujarnya.

Lebih lanjut, Praswad menyebut kasus ini sebagai ujian sesungguhnya bagi KPK untuk membongkar "jejaring korupsi digital" yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari vendor hingga pejabat kementerian.

"Menyalahgunakan dana pendidikan, apalagi dalam jumlah triliunan rupiah, bukan hanya korupsi biasa, tetapi perampasan hak generasi masa depan," tambahnya, mengingatkan bahwa 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan sesuai amanah konstitusi.

Pintu KPK Masih Terbuka

Sinyal bahwa Nadiem berpotensi menjadi tersangka di KPK sejalan dengan pernyataan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. 

Budi mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus Google Cloud di Kemendikbudristek terus berjalan secara independen dan status tersangka Nadiem di Kejagung tidak akan menghentikan proses di KPK.

"Memungkinkan, seperti dalam perkara lain, itu kan ada satu orang tersangka yang ditetapkan oleh KPK dan juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (4/9/2025).

Budi menegaskan bahwa KPK tidak akan melimpahkan kasus ini ke Kejagung karena substansi perkaranya berbeda. 

"Yang di KPK adalah terkait dengan Google Cloud-nya. Jadi kita sama-sama tunggu perkembangannya," jelas Budi.

Dengan statusnya sebagai tersangka di Kejaksaan Agung dan penyelidikan yang terus berjalan di KPK, Nadiem Makarim kini harus menghadapi potensi jeratan hukum dari dua institusi penegak hukum yang berbeda secara bersamaan.

Profil Praswad Nugraha

Mochamad Praswad Nugraha

Mochamad Praswad Nugraha  lahir di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada 8 September 1982. 

Praswad merupakan anak kedua dari 4 bersaudara.

Praswad Nugraha menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada 1997-2000.

Setelah lulus, dia melanjutkan kuliah di Jurusan Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi (FE), Universitas Lampung pada tahun 2000.

Namun di tahun 2002, Praswad memutuskan untuk pindah haluan dan melanjutkan studi pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Hukum (FH) di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung dan berhasil mendapatkan gelar sarjana hukum (SH) di tahun 2006.

Pada tahun 2011, Praswad berhasil menjadi Awardee of Australia Award Scholarship (AUSAID) program untuk menempuh pendidikan S2 di Queensland University of Technology, Brisbane, Australia.

Lewat beasiswa tersebut, Praswad berhasil menyabet gelar Master of Law (LL.M) di tahun 2012.

Sebelum menjadi penyidik KPK, Praswad juga pernah mengenyam pendidikan calon penyelidik yang digelar oleh KPK di Sekolah Intelejen Strategis dibawah Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI) pada 2007.

Pendidikan tersebut kemudian mengantarnya sebagai penyelidik dan penyidik KPK selama kurun waktu 2007-2018 dan menjadi penyidik senior di KPK pada 2018-2021.

Praswad juga tercatat sebagai ahli di bidang Penyelidikan dan Penyidikan dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di KPK membongkar kasus-kasus mega korupsi baik di dalam maupun di luar negeri.

Selama menjadi Penyidik KPK, pemilik gelar adat Suntan Penyimbang Rajo itu banyak menangani kasus-kasus besar di bidang pertambangan dan energi, ijin perkebunan, penyelewengan dana haji, suap di bidang peradilan, suap pada penegak hukum. 

Kemudia Operasi Tangkap Tangan terhadap Menteri, Anggota DPR, Kepala Daerah, Tindak Pidana Pencucian Uang, Pidana Korporasi, dan yang terakhir adalah kasus Bantuan Sosial (Bansos) Sembako COVID-19 di Jabodetabek pada 2020 yang menyeret Menteri Sosial Republik Indonesia Juliari Batubara.

Selain sebagai penyidik, Praswad juga dipercaya sebagai Kepala Advokasi Wadah Pegawai (WP) KPK pada periode jabatan tahun 2018 - 2021.

Dalam posisinya sebagai Ketua Advokasi, Praswad bertugas untuk memberikan pendampingan bagi pegawai yang mengalami permasalahan kode etik, memberikan advokasi kepada pegawai atas segala bentuk intimidasi dan ancaman terkait pekerjaan, dan mengawasi rancangan dan implementasi peraturan yang berdampak pada pekerjaan pegawai (termasuk menjaga independensi KPK, dll).

Selama masa jabatannya sebagai Kepala Advokasi Wadah Pegawai KPK, Praswad menjadi salah satu tokoh kunci dari berbagai macam gerakan perlawanan yang ada di KPK, antara lain adalah:

- Advokasi kasus penyiraman air keras mantan penyidik KPK Novel Baswedan dengan menggerakkan aksi di hari ke-100 hingga 1000 hari (2017-2021).[51][52]

- Menggelar aksi 1000 rantai manusia mengelilingi gedung KPK untuk menolak serangan fisik terhadap pegawai fungsional KPK yang sedang menjalankan tugas di Hotel Borobudur, Jakarta (2019).

- Melakukan pembelaan dan pendampingan dalam sidang kode etik terhadap Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (2020).

- Mendampingi seluruh pegawai KPK yang di serang dan di kriminalisasi dalam melaksanakan tugas di KPK (2018-2021).

Pada 2021, KPK menggelar Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Praswad masuk dalam daftar 57 pegawai yang disingkirkan per 30 September 2021 karena dinyatakan tidak lolos TWK.

Lepas dari KPK, Praswad menjadi ketua IM57+ Institute, organisasi gerakan anti korupsi yang dideklarasikan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia pada 30 September 2021.

IM57+ Institute beranggotakan 57 mantan pegawai KPK yang disingkirkan menggunakan mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved