Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Miris! Keluarga dan Teman Sebaya Jadi Pelaku Kekerasan Anak di Maros

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Maros, Muhammad Ridwan R, merinci perkara tersebut terdiri dari kekerasan seksual terhadap anak

Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Saldy Irawan
Shutterstock
Ilustrasi - Pelecehan Seksual - ilustrasi pelecehan seksual. 19 perkara  perlindungan anak dan perempuan ditangani Kejaksaan Negeri Maros sepanjang Januari hingga awal September 2025. 

TRIBUNMAROS.COM, MAROS – 19 perkara  perlindungan anak dan perempuan ditangani Kejaksaan Negeri Maros sepanjang Januari hingga awal September 2025.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Maros, Muhammad Ridwan R, merinci perkara tersebut terdiri dari kekerasan seksual terhadap anak, kekerasan fisik terhadap anak, dan kekerasan terhadap perempuan.

“Untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak ada enam perkara, kekerasan fisik terhadap anak tujuh perkara, serta kekerasan terhadap perempuan sebanyak 6 enam perkara,” ungkap Ridwan pada Tribun Timur, Rabu (3/9/2025).

Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada Januari hingga Desember 2024, total perkara yang masuk berjumlah 18 kasus.

Sedangkan tahun ini, dalam kurun Januari hingga September saja, sudah tercatat 19 perkara.

“Artinya memang ada tren peningkatan. Padahal tahun berjalan ini belum berakhir, tapi kasusnya sudah melebihi jumlah tahun sebelumnya,” jelasnya.

Berdasarkan data, para pelaku memiliki beragam latar belakang kedekatan dengan korban.

Lima pelaku tercatat berasal dari lingkungan keluarga, tujuh dari kalangan teman sebaya.

“Sementara tujuh lainnya berasal dari pihak lain,” sebutnya.

Dari segi usia, mayoritas pelaku berada pada rentang usia produktif.

Sebanyak delapan pelaku berusia 20 hingga 40 tahun, lima pelaku di bawah usia 20 tahun, empat pelaku di atas 40 tahun, dan dua lainnya belum diketahui secara pasti.

Ridwan menyebutkan, kasus kekerasan anak dan perempuan ini tersebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Maros.

Mandai menjadi wilayah dengan kasus terbanyak yakni 5 perkara.

Disusul Kecamatan Turikale dengan 3 perkara, Bantimurung 2 perkara, Marusu 2 perkara, Moncongloe 2 perkara, Simbang 2 perkara.

“Kemudian Tompobulu, Tanralili, dan Maros masing-masing mencatat satu perkara,” imbuhnya.

Jika dilihat dari lokasi kejadian, rumah menjadi tempat paling banyak terjadinya kekerasan.

Tercatat ada 8 perkara yang terjadi di rumah, 6 perkara di lingkungan sekolah, dan 5 perkara di tempat lain.

“Fakta ini menunjukkan bahwa lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman, justru menjadi lokasi rawan bagi anak-anak,” ujarnya.

Dari 19 perkara yang ditangani tahun ini, sebanyak 13 sudah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Maros.

Sementara 6 perkara lainnya masih dalam tahap pra-penuntutan.

Terkait tuntutan, Kejari Maros memberikan tuntutan yang cukup berat kepada para pelaku.

“Untuk perkara kekerasan seksual terhadap anak, tuntutannya kisaran 10 sampai 15 tahun penjara,” tegasnya.

Sementara pasa Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Maros mencatat sebanyak 36 kasus pelecehan seksual Juli 2025.

Mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak-anak dengan rentang usia 0 hingga 18 tahun.

“Paling banyak terjadi di daerah perkotaan. Korban rata-rata masih anak-anak hingga remaja,” kata Kepala DP3A Maros, A Zulkifli Riswan Akbar Minggu (13/7/2025).

Ia menjelaskan bentuk kekerasan seksual yang dilaporkan sangat beragam, mulai dari pelecehan verbal, pelecehan fisik, hingga kekerasan seksual berbasis online.

Mantan Camat Turikale itu menegaskan pihaknya terus berupaya menekan angka kekerasan seksual melalui berbagai langkah pencegahan.

“Kami telah melakukan penyuluhan hukum, pelatihan pencegahan OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse), serta penguatan mekanisme layanan perlindungan anak,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan deteksi dini dan mendorong partisipasi masyarakat untuk aktif melaporkan dugaan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar.

“Edukasi kepada masyarakat menjadi penting agar ada keberanian untuk melapor dan tidak lagi menutup-nutupi,” tambahnya.

DP3A juga telah menyiapkan sejumlah posko pengaduan khusus bagi korban kekerasan seksual.

Posko tersebut tersedia di Kantor DP3A, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), serta di kantor-kantor desa dan kelurahan.

“Identitas pelapor kami jamin akan dirahasiakan. Ini demi melindungi mereka dari stigma dan tekanan sosial,” tegasnya.

Ketua Komisi III DPRD Maros, Haeriah Rahman, menilai lonjakan kasus ini tidak lepas dari pengaruh negatif media sosial dan lemahnya pengawasan orang tua.

“Pergaulan anak-anak sekarang sangat bebas. Bahkan di rumah, mereka bisa mengakses berbagai hal lewat gawai tanpa pengawasan,” katanya.

Ia menilai langkah-langkah sosialisasi yang telah dilakukan DP3A ke sekolah-sekolah masih belum menyentuh akar persoalan.

“Sosialisasi penting, tapi tidak cukup. Harus ada pendekatan yang lebih menyeluruh dan kolaboratif,” tegasnya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved