Inovasi Solar Cell Freezer Box, Briket Arang hingga Mesin Pewarna Dari Kelapa Karya Dosen Sulsel
Dipamerkan di Sinergi Membangun Ekosistem Strategis Terpadu dan Adaptip (SEMESTA) Panen Raya Berdikari 2025 di Lobby Tokyo Phinisi Point Mall (PIPO).
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Lima inovasi ditelurkan akademisi Politeknik di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara (Sultanbatara).
Mulai dari Solar Cell Freezer Box Terapung dikembangkan di Sulawesi Barat oleh Politeknik Bosowa (Poltekbos)
Dewi Andriani, Akadamisi Poltekbos ini menyasar bantuan ke nelayan di Desa Orobatu, Kecamatan Tapalang, Kabupaten Mamuju.
Solar Cell Freezer Box Terapung merupakan alat penyimpanan ikan beku yang memanfaatkan panel surya untuk menghasilkan energi.
Inovasi ini dilengkapi dengan struktur terapung, sehingga dapat diletakkan di atas permukaan air maupun di kapal.
"Melaut itu biasa menggunakan es balok di styrofoam, ketahanan ikan hanya 4-5 hari. Kita adakan solar cell dan bantuan freezer box agar masuk kesitu bisa diatur langsung beku, atau dikondisikan laut. Baru di darat pindahkan ke freezer box lebih besar," kata Dewi dalam dalam ajang Sinergi Membangun Ekosistem Strategis Terpadu dan Adaptip (SEMESTA) Panen Raya Berdikari 2025 di Lobby Tokyo Phinisi Point Mall (PIPO), Jl Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sabtu (8/11/2025).
Inovasi ini membantu nelayan menyimpan ikan lebih segar.
Sehingga ketika sampai di pasar, kondisi ikan masih layak.
Baca juga: Lima Inovasi Konsorsium Politeknik Sultanbatara Dipamerkan di SEMESTA Panen Raya Berdikari
Hanya saja masih ada sejumlah tantangan. Diantaranya terkait cuaca dan keamanan
"Hujan agak rawan freezer box (di perahu), kedua keamanan tidak bisa menjamin solar cell dan freezer box akan aman ketika diparkir dipinggir laut. Itu kendala harus di bongkar pasang," lanjutnya
Selanjutnya ada inovasi Biochar dan Briket Arang Ramah Lingkungan dikembangkan di Sulsel.
Akademisi Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) Dr Baso Nasrullah memanfaatkan tempurung kelapa dalam mengembangkan briket arang.
Dr Baso Nasrullah melihat limbah pertanian di Sulsel belum tersentuh pengembangan teknologi.
Sasarannya pun ke tempurung kelapa yang melimpah di Sulsel.
Dr Baso Nasrullah menciptakan teknologi memanfaatkan tempurung kelapa menjadi briket yang bisa digunakan dalam skala rumah tangga.
"Kita kembangkan ini skala umkm. Jadi dengan modal kecil, mereka bisa memperoleh memperoleh mesin sederhana dan bisa mendukung buat briket," kata Dr Baso Nasrullah.
Teknologi ini dibuat dari mesin pengayak, mixer, blending, foarming, conveyor hingga mesin pengering.
Hasilnya sendiri sudah diserap salah satu industri di Kabupaten Pinrang.
"Targetnya bulan ini jadi produk perdana di ekspor ke Turki. Hasil uji lab dilakukan mitra sendiri, hasilnya target kualitas yang mereka inginkan, target-targetnya sudah masuk spesifikasinya," jelas Dr Baso.
Ketiga ada juga Penebar Pakan Otomatis dilengkapi Pemantauan Ketinggian dan Kualitas Air Tambak menggunakan Teknologi IoT dan Tenaga Surya.
Alat ini dikembangkan Dr Baso Nasrullah di Pangkep.
Inovasi keempat ada ZAPA Emas Pewarna Alam Batik dikembangkan di Sulsel.
Akademisi Politeknik Negeri Pertanian Pangkep Dr Zulfitriany D. Mustaka
Dr Zulfitriany mengaku berangkat dari banyaknya limbah pertanian di Sulsel.
Sementara disisi lain, banyak pengrajin sutera tidak bisa ikut festival internasional karena pewarnaan tidak alami.
Penelitian pun dilakukan memanfaatkan limbah untuk menghasilkan pewarnaan alami.
"Alasan masyarakat tidak gunakan pewarnaan alami karena butuh pencelupan 20 kali, itu berat sehingga batik itu mahal," kat Dr Zulfitriany.
Penelitian pun dimulai dengan mengasilkan alat yang mampu mengubah sabuk kelapa menjadi sumber pewarna alami.
Sehingga hanya dalam semalam perendaman, warna yang dihasilkan maksimal.
"Selain itu biji alpukat, bijinya potensial hasilkan warna lilac di kain. Kayu secam juga kami teliti, kulit rambutan, kulit manggis dan sabut kelapa," kata Dr Zulfitriany.
Pengembangan penelitian ini, hanya dengan 3 kali pencelupan maka pengrajin sudah bisa menghasilkan warna maksimal.
Inovasi ini sudah dimulai dari Kabupaten Sinjai.
Inovasi kelima yakni EcoFeed Amino (Sultra) dikembangkan Akademisi Politeknik Bombana Abdul Majid.
Abdul Majid mengembangkan inovasi dari limbah kulit sapi.
Di Bombana, sangat banyak pembudidaya ikan dan udang.
"Tapi dari sekian banyak pembudidaya yang gunakan pakan buatan sangat sedikit. Banyak pembudidaya hanya memanfaatkan pakan alami, manfaatkan kondisi alam. Ketika kondisi tidak baik pasti berpengaruh di pasca panen," kata Abdul Majid.
Disisi lain banyak banyak kulit sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) tapi tidak dimanfaatkan.
"Jadi kami angkat manfaatkan kulit sapi jadi produk bernilai tinggi. Kita kerjasama di Malang, perusahaan ini bergerak di pangan.
Kita belajar mengolah kulit sapi jadi produk turunan bernilai ekonomi," lanjutnya.
Setelahnya, alat sederhana ini mampu diubah menjadi asam amino dengan kadar sangat baik.
Hasilnya pun di formulasikan menjadi pakan budidaya ikan dan udang.
"kami subtitusi kandungan kulit sapi kami cobakan ke ikan dan udang. Kadar subsitusi 30 persen itu lebih baik. Udang yang diuji coba mengalami pertumbuhan," kata Abdul Majid.
Inovasi ini diperkenalkan hasil penelitian para dosen-dosen lingkup Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.(*)
| Kadir Halid Masih Pertimbangkan Maju atau Tidak Sebagai Calon Ketua Golkar Sulsel |
|
|---|
| Kisah dan Harapan Petugas Kebersihan Kota Makassar di Momen HUT Ke-418 |
|
|---|
| 31 Ribu Warga Tumpah Ruah di Losari, Semarak Jalan Santai Warnai HUT Kota Makassar |
|
|---|
| Ditreskrimsus Polda Sulsel Bantah Dampingi Proyek MIN 2 Takalar Ambruk, AKBP Jufri: Kami Pemantau |
|
|---|
| Munafri, Aliyah, Zudan Jalan Sehat Bareng Warga, Rayakan HUT Makassar Penuh Kegembiraan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251108-Akademisi-Politeknik-Bosowa-Dewi-Andriani.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.