Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tawuran di Kota Makassar

Pemuda Tallo–Bontoala Damai, Makmur Idrus: Buka Lapangan Kerja, Perkuat Pendidikan

Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin bersama tokoh pemuda Tallo dan Bontoala sepakat mengakhiri konflik antarkelompok

Editor: Muh Hasim Arfah
hasim/tribuntimur.com
SOLUSI KONFLIK MAKASSAR-Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kesra Pemprov Sulsel, Makmur Idrus saat berkunjung ke sebuah warung kopi, kawasan Boulevard, beberapa waktu lalu. Tokoh masyarakat Makassar yang juga mantan Ketua GP Ansor Kota Makassar ini menilai rekonsiliasi pemuda Tallo dan Bontoala sebagai langkah penting untuk mengubah stigma Makassar sebagai kota tawuran.  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin bersama tokoh pemuda Kecamatan Tallo dan Bontoala sepakat mengakhiri konflik antarkelompok yang selama ini terjadi di dua kecamatan tersebut.

Dalam pertemuan rekonsiliasi, seorang tokoh pemuda menyatakan, “Capek berkelahi. Tidak ada yang menang, yang ada hanya luka dan penjara. Sekarang saatnya cari kerja, cari masa depan.”

Munafri menawarkan program konkret berupa pelatihan keterampilan barista, mekanik, dan menjahit, kegiatan olahraga, pemberdayaan ibu rumah tangga, serta pembentukan Creative Hub untuk menyalurkan kreativitas anak muda Tallo dan Bontoala.

Tokoh pemuda dari kedua belah pihak hadir dalam rekonsiliasi ini.

Mereka menjadi aktor utama di lapangan untuk mengajak teman-temannya keluar dari lingkaran konflik.

Tokoh masyarakat Makassar yang juga mantan Ketua GP Ansor Kota Makassar, Makmur Idrus, menilai rekonsiliasi ini sebagai langkah penting untuk mengubah stigma Makassar sebagai kota tawuran. 

Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin meninjau lokasi kerusuhan perang kelompok di Jalan Kandea 3, Kelurahan Bunga Eja, Kecamatan Tallo, Selasa (23/9/2025) malam, sekitar pukul 19.40 WITA.
TURUN TANGAN-Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin meninjau lokasi kerusuhan perang kelompok di Jalan Kandea 3, Kelurahan Bunga Eja, Kecamatan Tallo, Selasa (23/9/2025) malam, sekitar pukul 19.40 WITA. Munafri sudah menemui pemuda yang sering konflik untuk mencari solusi.(Humas Pemkot Makassar)

Ia menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan program agar benar-benar menyentuh kehidupan pemuda di lorong-lorong.

“Rekonsiliasi yang melibatkan tokoh pemuda dari kedua belah pihak adalah terobosan penting. Mereka inilah aktor utama di lapangan, mereka yang bisa menggerakkan teman-temannya. Ketika pemuda bersedia duduk bersama, berbicara dari hati ke hati, dan mulai merancang masa depan bersama, maka api permusuhan bisa dipadamkan dari dalam,” katanya. 

Mantan Kepala Bagian Kepemudaan, Keolahragaan, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Keluarga Berencana, Pendidikan dan Seni Budaya Biro Kesra Pemprov Sulsel ini menyatakan, suara “capek berkelahi” adalah tanda bahwa generasi muda sebenarnya sudah ingin keluar dari lingkaran dendam, asalkan diberi ruang baru. 

“Teori konflik memberi gambaran jelas. Johan Galtung membedakan negative peace—damai semu, sekadar berhenti berkelahi, dan positive peace, damai sejati yang disertai keadilan sosial. Selama ini, damai di Makassar cenderung berhenti pada negative peace: jabat tangan, foto bersama, lalu seminggu kemudian bentrokan meledak lagi,” kata A'wan PWNU Sulsel ini. 

Ia menyampaikan, konflik Tallo dan Bontoala adalah positive peace melalui transformasi sosial yakni membuka lapangan kerja, memperkuat pendidikan, membangun jembatan sosial, dan memberi masa depan bagi pemuda. 

“Wali Kota sudah menyalakan api awal transformasi ini. Tetapi api itu hanya akan bertahan jika dijaga bersama: pemerintah, aparat, tokoh agama, keluarga, hingga masyarakat. Program yang dijanjikan tidak boleh berhenti di atas kertas. Harus benar-benar hadir di lorong-lorong, menyentuh langsung kehidupan pemuda yang selama ini terjebak dalam budaya konflik. Makassar terlalu besar untuk terus dipenjara stigma sebagai kota tawuran,” kata sesepuh GP Ansor ini. 

“Jika Tallo dan Bontoala yang selama ini menjadi epicentrum konflik berhasil ditransformasi, maka seluruh kota akan ikut berubah. Rekonsiliasi ini harus dicatat bukan sebagai seremoni, melainkan sebagai titik balik sejarah: dari lorong konflik menuju lorong harapan, dari energi destruktif menjadi energi kreatif, dari dendam menjadi peradaban.”

Jejak Konflik 36 Tahun di Tallo Makassar

Tawuran antar kelompok warga kembali pecah di Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dalam empat hari terakhir.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved