Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gugatan Rp800 M ke Polda Sulsel Dicabut, Pakar Hukum: Upaya Serupa Bisa Dilakukan Pihak Lain

Dr Rahman menjelaskan, dicabutnya gugatan warga itu di Pengadilan Negeri Makassar, menimbulkan pertanyaan publik

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Ari Maryadi
Muslimin Emba/Tribun Timur
GUGATAN POLDA - Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Dr Rahman Syamsuddin. Rahman menilai pencabutan gugatan Polda Sulsel menimbulkan pertanyaan publik. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dicabutnya gugatan warga bernama Sulhardianto Agus (29) terhadap Polda Sulsel atas demo rusuh di Kota Makassar, tidak menutup kemungkinan gugatan serupa dilayangkan pihak lain.

Hal itu, diungkapkan Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Dr Rahman Syamsuddin, SH, MH, kepada tribun, Jumat (19/9/2025).

Dr Rahman menjelaskan, dicabutnya gugatan warga itu di Pengadilan Negeri Makassar, menimbulkan pertanyaan publik.

Hanya saja, kata dia, dalam prespektif hukum, yang dilakukan penggugat adalah hal wajar dan sah di mata hukum.

"Dari perspektif hukum acara perdata, langkah tersebut sepenuhnya sah dan diperbolehkan," kata Dr Rahman.

Dalam ketentuan Reglement op de Rechtsvordering (RV) Pasal 271–272, lanjut Rahman, penggugat memiliki hak untuk mencabut gugatannya sebelum sidang perdana dimulai.

Jika pencabutan dilakukan, maka perkara dinyatakan tidak dilanjutkan dan seluruh proses hukum otomatis berhenti.

"Dengan demikian, pencabutan yang dilakukan menjelang sidang perdana pada 25 September 2025 tidak menyalahi aturan hukum," terangnya.

Pencabutan gugatan lanjut Dr Rahman, dapat dilatarbelakangi berbagai alasan.

Mulai dari pertimbangan strategi hukum, proses mediasi informal, hingga adanya kesepahaman di luar pengadilan.

"Hal ini merupakan bagian dari dinamika penyelesaian sengketa perdata yang sah menurut hukum. Perlu ditegaskan bahwa hak warga negara untuk mengajukan maupun mencabut gugatan dilindungi konstitusi," ucap Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Hukum UINAM ini.

Dr Rahman pun meminta publik tidak perlu menafsirkan pencabutan ini sebagai bentuk tekanan ataupun pelanggaran hukum, melainkan sebagai hak subyektif penggugat dalam menentukan jalannya perkara.

"Dengan demikian, pencabutan gugatan Rp 800 miliar tersebut adalah tindakan yang sah secara hukum, dan menjadi catatan penting dalam praktik beracara perdata di Indonesia," jelasnya.

Meski demikian, Dr Rahman mengatakan, pencabutan gugatan itu, bukanlah akhir upaya perdata dalam menggugat Polda Sulsel sebagai penanggung jawab keamanan.

Menurutnya, warga atau pihak lain yang turut merasa dirugikan atas kerusuhan yang mengakibatkan dua gedung DPRD di Makassar terbakar, juga dapat melakukan upaya hukum yang sama.

"Gugatan yang sama bisa saja dilakukan oleh pihak lain sebagai warga masyarakat yang merasa dirugikan karena hal ini belum masuk proses peradilan," terang Dr Rahman.

"Kalau sudah masuk proses hukum maka sulit digugat lagi jika gugatan dicabut," tuturnya.

Alasan Penggugat Cabut Gugatan 

Terungkap alasan warga Kota Makassar, bernama Sulhardianto Agus (29), mencabut gugatan perdatanya ke Polda Sulsel di Pengadilan Negeri Makassar.

Gugatan senilai Rp800 Milliar itu, dicabut sepekan jelang sidang perdana yang dijadwalkan pada 25 September 2025.

Sulhardianto beralasan tengah fokus merawat orangtuanya di kampung dan fokus pada pencalonan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

"Sehubungan dengan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Makassar saya cabut atas keinginan sendiri di karena saat ini saya lagi di kampung dan fokus merawat orang tua yang lagi sakit dan fokus juga dalam suksesi pencalonan Ketua KNPI," ucapnya dalam keterangan tertulis melalui pesan WhatsApp.

Ia juga mengaku tidak mendapat intervensi dan tekanan dari pihak manapun.

"Terkait adanya tekanan dan intervensi tidak ada sama sekali," ujarnya.

Selain itu, Sulhardianto juga mengaku telah mencabut kuasa terhadap pendamping hukum, Muallim Bahar.

"Dan saya juga mencabut kuasa yang telah saya berikan kepada PH saya Muallim Bahar SH,MH dan saya mencabut gugatan saya secara pribadi di Pengadilan Negeri Makassar," sebutnya.

Humas Pengadilan Negeri Makassar, Sibali kepada tribun, Jumat (19/9/2025).

Namun demikian, Sibali mengaku tidak mengetahui alasan penggugat mencabut gugatannnya.

"Alasannya tidak tahu kenapa. Intinya dia (penggugat) cabut," kata Sibali melalui sambungan telepon WhatsApp.

Dengan adanya pencabutan gugatan itu lanjut Sibali, agenda sidang perdana pada 25 September 2025, pun batal digelar.

"Iya, pasti gitu (batal) kan dia buat pencabutan sebelum sidang," sebutnya.

Surat pencabutan itu, lanjut Sibali, dilakukan pihak penggugat pada Kamis kemarin.

"Tadi pagi saya ketemu hakimnya, kemarin katanya dia (penggugat) cabut gugatannya," ungkap Sibali.

Kuasa hukum penggugat, Muallim Bahar, saat dikonfirmasi terkait pencabutan gugatan itu, belum memberikan alasan.

"Saya telpon balikki, konfirmasi ke prinsipal dulu," singkatnya.

Diketahui, gugatan perdata itu dilayangkan warga bernama Muhammad Sulhardianto Agus (29) ke Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Senin (8/9/2025).

Muhammad Sulhardianto Agus adalah warga Jl Abdullah Daeng Sirua, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Kuasa hukumnya, Muallim Bahar, SH dari kantor pengacara Paranusa Law Firm.

Gugatan Rp800 milliar terhadap Polda Sulsel dilayangkan Sulhardianto akibat demo rusuh berujung terbakarnya dua gedung DPRD di Makassar, menyita perhatian publik.

Pasalnya, Polda Sulsel sebagai penanggung jawab keamanan, dianggap lalai oleh penggugat.

Tidak hanya itu, selain berakibat terbakarnya gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulsel, demo rusuh juga berakibat pada empat korban meninggal dunia.

Tiga diantaranya terjebak dalam gedung DPRD Kota Makassar, saat kobaran api melahap, Jumat (29/8/2025).

Mereka adalah Staf Humas dan Protokol DPRD Kota Makassar Muh Akbar Basri (26), Staf Fraksi PDIP DPRD Kota Makassar Sarinawati (25) dan Kasi Kesra Kecamatan Ujung Pandang, Saiful Akbar (41).

Satu korban lainnya adalah driver ojek online Rusmadiansyah (26), tewas dikeroyok di lokasi demo ricuh Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sabtu (30/8/2025).

Reaksi Polda Sulsel 

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto mengatakan, pihaknya menghargai adanya upaya hukum perdata itu.

"Ya..kita hargai upaya-upaya itu karena semua punya hak," kata Kombes Pol Didik Supranoto dikonfirmasi tribun, Senin (8/9/2025) malam.

Namun demikian, Didik mengaku, Polda Sulsel telah berusaha maksimal dalam merespon kejadian itu.

"Tapi perlu saya sampaikan bahwa kepolisian sudah berusaha maksimal dan dengan penuh pertimbangan," ujarnya.

Sebagai upaya penegakan hukum, kata dia, Polda Sulsel saat ini sudah menangkap 32 orang terduga pelaku.

Bertambah tiga tersangka baru dari rilis sebelumnya 29 tersangka.

"Sekarang sudah dilakukan penangkapan terhadap 32 orang dan sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait pembakaran atau pengerusakan gedung DPRD Provinsi dan Kota Makassar," terangnya 

Olehnya itu, jika ada upaya hukum atas persoalan itu kata Didik, Polda Sulsel juga akan meresponnya sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Kalau memang ada upaya hukum tentu kepolisian/polda sulsel juga berusaha dengan upaya-upaya hukum," jelasnya.

Gugatan terhadap Polda Sulsel itu, warga bernama Muhammad Sulhardianto Agus (29) ke Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Senin (8/9/2025).

Muhammad Sulhardianto Agus adalah warga Jl Abdullah Daeng Sirua, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Kuasa hukumnya, Muallim Bahar, SH dari kantor pengacara Paranusa Law Firm.

"Jadi hari ini kami dari kuasa hukum penggugat secara resmi mendaftarkan gugatan kami di Pengadilan Negeri Makassar terkait melawan hukum melawan Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni Polda Sulawesi Selatan," kata Muallim ditemui wartawan di warkop Jl AP Pettarani, Makassar.

Muallim mengatakan, gugatan itu dilayangkan lantaran Polda Sulsel sebagai penanggung jawab keamanan, tidak maksimal menjalankan tugas dan fungsinya.

"Perspektif kami dalam gugatan kami menjelaskan bahwa di sini ada ruang kepolisian itu tidak melakukan langkah pencegahan secara detail," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan Muallim, jika fungsi kepolisian utamanya di bidang intelijen berjalan baik, maka kerusuhan dapat saja dicegah.

Dan kejadian terbakarnya dua gedung parlemen tingkat I dan II Polda Sulsel, kata dia, dapat terhindarkan jika saja polisi hadir mengawal jalannya unjuk rasa.

"Kenapa? data intelejen harus ditau terkait kejadian-kejadian seperti ini yang selanjutnya saat kejadian kita tidak melihat polisi, tidak ada penanganan. Sekarang polisi di mana?," ucapnya.

Atas terbakarnya dua gedung wakil rakyat Kota Makassar dan Provinsi Sulsel itu, Polda Sulsel pun digugat Rp800 milliar.

Nominal gugatan itu kata dia, sesuai hasil penghitungan kerugian materil oleh BPBD Kota Makassar.

"BPBD Kota Makassar telah merilis kerugian hampir Rp500 miliar yang hari ini pemerintah provinsi telah mengusulkan ke kementerian PU untuk membangun gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dengan mengusulkan anggaran sebesar Rp 223 miliar," terangnya.

Selain itu, Muallim juga membantah pernyataan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana yang mengaku, anggotanya memantau dari jauh karena massa aksi mengincar polisi.

Bagi, Muallim, pernyataan dari orang nomor satu di Polrestabes Makassar itu tidak relevan dengan fakta lapangan.

"Seandainya kepolisian menjadi target yang di serang saat itu adalah Polrestabes atau Polda," ungkap Muallim.

"Ini kan nyatanya bukan, yang dikejar ini sesuai tuntutan yang menjadi isu nasional yaitu bubarkan DPR. Maka titik aksi unjuk rasa saat itu adalah kantor DPR, baik kota Makassar maupun DPRD Provinsi," bebernya.

Jika memenangkan gugatan sesuai nominal yang diajukan, Muallim mengklaim dana Rp800 milliar itu akan digunakan sebagai sumbangan membangun DPRD Kota Makassar dan Provinsi Sulsel. 

Adapun petitum penggugat, sebagai berikut;

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.

3. Menyatakan Tergugat lalai melaksanakan kewajibannya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat pada peristiwa kerusuhan dan pembakaran Kantor DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat sebesar Rp 500.000.000.000,- (lima ratus miliar rupiah).

5. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp 300.000.000.000,- (tiga ratus miliar rupiah).

6. Mengabulkan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) atas aset milik Tergugat berupa Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 16, Makassar, untuk menjamin terpenuhinya pembayaran ganti rugi.

7. Menghukum Tergugat untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui minimal 2 (dua) media cetak lokal dan 2 (dua) media cetak nasional.

8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved