Fesmed AJI
AJI: Jaga Kemandirian Media, Selamatkan Jurnalis!
AJI serukan perlindungan jurnalis di tengah ancaman kekerasan, PHK massal, dan sensor halus. Demokrasi dinilai sedang sakit.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Ratusan wartawan dari berbagai media se-Indonesia masih berjibaku membahas kemandirian media dan keselamatan jurnalis di Benteng Rotterdam, Jl Ujung Pandang, Kota Makassar, Sabtu (13/9/2025).
Festival Media (Fesmed) 2025 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dibuka Jumat (12/9) malam.
Minggu ini adalah terakhir ratusan jurnalis membahas masa depan media di tengah disrupsi informasi.
Selama tiga hari ini, jurnalis mengulas berbagai isu strategis era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Mulai dari demokrasi, keselamatan jurnalis, isu hilirisasi, bioenergi, masyarakat pesisir, lingkungan, hingga industri.
Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida langsung membuat pernyataan menghentak dalam pembukaan Fesmed 2025 di Gedung E Benteng Ujung Pandang, Makassar, Jumat malam.
Baca juga: BPJS: Dipukul Aparat Saat Meliput, Jurnalis Dapat Asuransi
“Demokrasi kita sedang sakit. Jurnalis terus dibungkam melalui intimidasi, kriminalisasi, perampasan alat liputan, hingga kekerasan fisik. Bahkan ada sensor halus lewat tekanan iklan dan kepentingan politik. Apakah ini demokrasi, atau jalan kembali ke militer dengan wajah baru?”
Perhelatan tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini mempertemukan ratusan jurnalis, akademisi, aktivis, dan komunitas sipil dari berbagai daerah.
Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida, menegaskan pemilihan Makassar sebagai tuan rumah melalui pertimbangan panjang.

Ia menilai Fesmed bukan sekadar seremonial, melainkan momentum perlawanan terhadap krisis demokrasi dan pembungkaman pers.
Ia juga menyoroti gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri media.
Menurutnya, hilangnya 1.300 jurnalis bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga hilangnya mata dan telinga publik.
“Ketika satu jurnalis di-PHK, satu mata rakyat ditutup. Ketika satu media dimatikan, satu telinga rakyat ditulikan. Dan ketika pers mati, semua rakyat menjadi buta,” tegas mantan jurnalis Serambi Indonesia, grup Tribun Timur ini.
Ia menegaskan bahwa PHK bukan sekadar masalah ekonomi, melainkan bentuk lain dari pembungkaman pers secara perlahan.
“PHK jurnalis adalah pembungkaman dengan cara senyap,” tambah pemimpin redaksi independen.id ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.