Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kala Senator Senayan Disidang di Seminar Proposal Disertasi di UNM

Andi Abd Waris Halid menempuh pendidikan doktor di prodi Ilmu Administrasi Publik, Rektor UNM Karta Jayadi promotor

Editor: Ari Maryadi
UNM
SEMINAR PROPOSAL - Wakil Ketua Komisi II DPD RI Andi Abd Waris Halid menjalani seminar proposal penelitian disertasi di UNM Jumat (19/9/2025). Rektor UNM Prof Karta Jayadi jadi promotor. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Singa podium di Senayan, kini disidang di kampus. Itulah gambaran bagi anggota DPD RI Andi Abd Waris Halid.

Pria kelahiran Bone 20 Februari 1973 itu menjalani seminar proposal disertasi di Program Pascasarjan Universitas Negeri Makassar.

Seminar proposal berlangsung di Gedung Pascasarjana Jalan Andi Djemma Kota Makassar Jumat (19/9/2025) pagi.

Andi Abd Waris Halid menempuh pendidikan doktor di prodi Ilmu Administrasi Publik.

Ia menulis disertasi berjudul "Optimalisasi Peran DPD-RI untuk Mengartikulasi Kepentingan Daerah Dalam Rangka Polycentric Governance".

Rektor UNM Prof Karta Jayadi didaulat jadi Promotor. Adapun Kopromotor Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si.

Dewan penguji Dr. H. Herman H, S.Pd., M.Pd, Prof. Dr. Andi Aslinda, M.Si, Prof. Dr. Ir. Jasruddin, M.Si.

Dalam paparannya, Waris Halid menjelaskan, sejumlah tuntutan terhadap peran DPD semakin besar di tengah meningkatnya kompleksitas tata kelola pemerintahan.

Era demokrasi modern menuntut lembaga perwakilan tidak hanya menjadi policy maker, tetapi juga policy advocate yang mampu memanfaatkan jejaring lintas lembaga untuk memperjuangkan kepentingan konstituen.

"Masalah utama yang dihadapi DPD bersifat struktural. Pertama, keterbatasan kewenangan legislasi membuat peran DPD sering kali hanya bersifat konsultatif," kata Waris Halid.

Ia menjelaskan DPD dapat mengajukan RUU di bidang otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan perimbangan keuangan pusat-daerah.

Namun, kewenangan tersebut berhenti pada tahap pengajuan, tanpa hak suara pada proses pengesahan.

"Pokok masalah meskipun DPD dibentuk untuk menjadi kanal representasi kepentingan daerah dalam sistem politik nasional, kewenangan legislasi yang terbatas dan posisi kelembagaan yang tidak setara dengan DPR membuat perannya dalam mempengaruhi kebijakan publik sering kali bersifat konsultatif dan bergantung pada lobi politik," kata Waris.

Menurutnya, kondisi itu diperparah oleh rendahnya tingkat keberhasilan usulan RUU menjadi undang-undang, ketimpangan pembangunan antarwilayah yang tetap lebar, serta tantangan koordinasi dengan berbagai pusat otoritas lain dalam kerangka polycentric governance.

Fragmentasi kebijakan, perbedaan prioritas, dan lemahnya mekanisme akuntabilitas lintas lembaga menjadi faktor penghambat utama, sehingga efektivitas DPD dalam mengartikulasikan kepentingan daerah masih jauh dari optimal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved