Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Reporter

Santri Pesantren Wihdatul Ulum Dilatih Kelola Stres dengan Metode Thibbun Nabawi

Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang sangat penting di Pondok Pesantren Wihdatul Ulum, Desa Bontokassi, Parangloe, Gowa, Sulsel

Penulis: CitizenReporter | Editor: Edi Sumardi
FREEPIK/JCOMP
ILUSTRASI STRES - Foto ilustrasi stres. Hasil survei di Pondok Pesantren Wihdatul Ulum, Desa Bontokassi, Parangloe, Gowa, Sulsel, banyak santri stres berat dan stres sangat berat. 

 

Ringkasan Berita:Dari 18 santri yang diperiksa, hanya 16,67 persen yang masuk kategori stres normal.
 
Selebihnya, sebanyak 33,33 persen berada di kategori stres berat, bahkan 27,78 persen mengalami stres sangat berat.
 
Angka ini menunjukkan bahwa tekanan psikologis—mulai dari tuntutan akademik yang ketat, kedisiplinan pesantren, hingga dinamika pergaulan remaja—sangat tinggi di lingkungan mereka.

 

dr Ilma Khaerina Amaliyah Bakhtiar SpKJ

Dosen FK UMI

Melaporkan dari Makassar, Sulsel

 

SAYA bersama dr Nur Fadhillah Khalid M Biomed, serta dua mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (FK UMI) baru saja menyelesaikan program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang sangat penting di Pondok Pesantren Wihdatul Ulum, Desa Bontokassi, Parangloe, Gowa, Sulsel selama bulan November 2025.

Fokus utama kami adalah Penguatan Resiliensi Santri dengan Metode Thibbun Nabawi.

Program ini dirancang bukan sekadar untuk memberi ceramah, melainkan untuk membekali 20 santri madrasah aliyah dengan ketahanan mental yang kuat, memadukan ilmu psikososial dengan nilai-nilai keislaman.

Sebelum memulai pelatihan, kami melakukan skrining awal terhadap kondisi mental santri.

Hasilnya cukup mengkhawatirkan.

Dari 18 santri yang diperiksa, hanya 16,67 persen yang masuk kategori stres normal.

Selebihnya, sebanyak 33,33 persen berada di kategori stres berat, bahkan 27,78 persen mengalami stres sangat berat.

Angka ini menunjukkan bahwa tekanan psikologis—mulai dari tuntutan akademik yang ketat, kedisiplinan pesantren, hingga dinamika pergaulan remaja—sangat tinggi di lingkungan mereka.

Kami melihat perlunya intervensi dan pendampingan yang kontekstual.

Kami harus merancang program yang dekat dengan budaya pesantren dan nilai-nilai keislaman yang mereka jalani.

Pendekatan kami menitikberatkan pada Thibbun Nabawi (pengobatan ala Nabi) sebagai jembatan antara kesehatan jiwa dan agama.

Santri diajari cara mengelola stres dan memahami emosi dari perspektif kejiwaan, namun penerapannya dibungkus dengan praktik Islami, seperti:

  • Relaksasi napas yang dipadukan dengan dzikir.
  • Journaling syukur sebagai cara sederhana melatih kesadaran positif.
  • Manajemen tidur sehat sesuai sunah.
  • Penggunaan herbal sederhana sebagai bagian dari pola hidup sehat.

Inti dari pelatihan ini adalah modul harian bernama “Santri Tangguh ala Rasulullah.”

Modul ini berisi panduan untuk refleksi diri, pencatatan emosi, dan evaluasi mingguan.

Ini adalah alat bantu sederhana yang efektif untuk melatih konsistensi, kemandirian, dan stabilitas emosi mereka.

Kami juga tidak melupakan peran penting para guru dan pengasuh pesantren.

Mereka mendapatkan pelatihan singkat mengenai konseling dasar. 

Dalam diskusi, beberapa guru mengakui masalah kenakalan (membolos, merokok) sering terjadi, namun mereka belum memiliki sistem penanganan yang terstruktur.

“Kami menyadari perlunya sistem konseling yang lebih terstruktur,” ungkap salah satu guru.

“Selama ini pendekatan kami lebih banyak persuasi, namun ternyata ada langkah-langkah lain yang bisa dilakukan.”

Dengan adanya pelatihan ini, para guru kini memiliki wawasan baru untuk membangun pola pendampingan yang lebih responsif dan komprehensif.

Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan santri dalam mengelola stres, tetapi juga memperkuat kolaborasi antara FK UMI dengan pesantren.

Harapan kami, pendekatan Thibbun Nabawi ini dapat direplikasi di pesantren-pesantren lain sebagai model pembinaan kesehatan mental Islami yang mudah diakses dan relevan.

Resiliensi adalah pondasi penting bagi remaja, terlebih bagi santri yang hidup di lingkungan berdisiplin tinggi.

Melalui pendekatan ini, kami ingin mengajarkan bahwa ketenangan dan ketangguhan jiwa dapat dibangun dengan cara-cara sederhana yang diajarkan agama.(*)


 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved