Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mengenal Fungsi SKHW BHP Makassar dalam Pengurusan Harta Warisan

BHP Makassar jelaskan fungsi SKHW sebagai dokumen otentik penjamin kepastian hukum warisan bagi pihak ketiga.

BHP Makassar
SKHW BHP MAKASSAR - Dalam dinamika hukum perdata Indonesia, khususnya terkait pewarisan, keberadaan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) yang diterbitkan oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) Makassar memiliki peran yang sangat vital.  Dokumen ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan instrumen hukum yang memiliki kekuatan otentik untuk memfasilitasi proses peralihan hak kekayaan dari pewaris kepada ahli waris yang sah. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam dinamika hukum perdata Indonesia, khususnya terkait pewarisan, keberadaan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) yang diterbitkan oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) Makassar memiliki peran yang sangat vital.

 Dokumen ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan instrumen hukum yang memiliki kekuatan otentik untuk memfasilitasi proses peralihan hak kekayaan dari pewaris kepada ahli waris yang sah.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam fungsi utama SKHW BHP Makassar, khususnya dalam konteks hubungannya dengan pihak ketiga seperti lembaga perbankan, kantor pertanahan, dan instansi pemerintahan lainnya.

Definisi dan Dasar Hukum SKHW BHP Makassar

Pengertian SKHW
Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) adalah suatu akta otentik yang diterbitkan oleh Balai Harta Peninggalan Makassar yang berfungsi untuk menerangkan tentang keadaan orang yang meninggal dunia, ahli waris yang sah, bagaimana peralihan harta pewaris, serta hak bagian masing-masing ahli waris beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya (bila ada). Sebagai akta otentik, SKHW memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna di hadapan hukum.

Landasan Hukum Penerbitan SKHW
Penerbitan SKHW oleh BHP Makassar memiliki fondasi hukum yang kuat dan komprehensif, meliputi:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Pasal 830 KUHPerdata menjadi dasar fundamental yang menyatakan bahwa pewarisan hanya dapat terjadi karena adanya kematian. Ketentuan ini menjadi prinsip utama dalam penerbitan SKHW, di mana dokumen hanya dapat diterbitkan setelah terjadinya peristiwa hukum berupa meninggalnya seseorang (pewaris).

Selain itu, Pasal 838 KUHPerdata mengatur tentang pengecualian dalam penerbitan SKHW. Dokumen ini tidak dapat diperuntukkan bagi ahli waris yang terbukti:

  • Membunuh atau mencoba membunuh pewaris
  • Berdasarkan putusan pengadilan, pernah dihukum karena memfitnah pewaris melakukan kejahatan dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih berat
  • Mencegah pewaris dengan kekerasan untuk membuat atau mencabut surat wasiat
  • Menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat pewaris

2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Kewenangan BHP dalam membuat SKHW telah diatur secara tegas dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan. Regulasi ini memberikan legitimasi kepada BHP sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan akta otentik berupa SKHW.

3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN

Dalam konteks peralihan hak atas tanah, dasar hukum pembuatan SKHW juga merujuk pada Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

4. Peraturan tentang Tarif PNBP

Biaya penerbitan SKHW diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan tarif sebesar Rp200.000,- per surat.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved