Menurut pemapaparan Doktor Dian Indri Purnamasari Ak CA bahwa Perusahaan dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan memberi dampak sosial positif.
Hal ini sejalan dengan perkembangan industri 5.0 yang menekankan digitalisasi, inovasi hijau, dan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menghadapi isu global seperti perubahan iklim, dan kebutuhan energi berkelanjutan
Doktor Dian menambahkan, Sustainability accounting dan sustainability technology menjadi dua instrumen penting dalam mendorong transformasi tersebut. Sustainability accounting mencakup pelaporan keuangan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang transparan untuk membangun kepercayaan pemangku kepentingan.
“Sementara itu, sustainability technology berfokus pada penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, material berkelanjutan, hingga penerapan kendaraan listrik dan big data analytics. Kedua aspek ini bukan hanya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga mendorong efisiensi biaya, inovasi, serta penciptaan lapangan kerja baru”, Katanya.
Dian juga menjelasakan bahwa, Strategi keberlanjutan kemudian diwujudkan melalui pendekatan seperti green by design, paperless optimization, serta pemanfaatan big data untuk pengambilan keputusan yang lebih cerdas.
Praktik ini telah diimplementasikan baik di sektor industri, misalnya green culture, vertical farming, dan green informatization maupun sektor publik melalui smart city, e-government, dan aplikasi berbasis AI/IoT.
“Keberlanjutan dan digitalisasi harus berjalan beriringan (digital-sustainable co-transformation) agar organisasi mampu mencapai kinerja berkelanjutan dan berkontribusi pada pembangunan berwawasan lingkungan dan social”, ungkapnya
Dr. Syarifuddin Tawarkan Model Holistik Budget Control untuk Tekan Manipulasi Anggaran
Sementara itu, Dr. Syarifuddin, SE., M.Si., Ak., CA dari STIE YPUP Makassar mengangkat topik budget gaming dan pentingnya religiusitas dalam pengembangan akuntansi manajemen syariah.
Dalam paparan materi Dr Syarifuddin bahwa Fenomena budget gaming atau penggelembungan anggaran kembali menjadi sorotan dalam praktik manajemen keuangan.
Kasus over/under budgeting, manipulasi anggaran untuk kepentingan internal, hingga minimnya partisipasi karyawan dalam penyusunan anggaran dinilai telah menimbulkan inefisiensi, pemborosan biaya, bahkan menurunkan profitabilitas perusahaan.
Temuan audit di sejumlah BUMN, khususnya di sektor konstruksi, memperlihatkan adanya budgetary slack yang berimplikasi negatif terhadap kinerja organisasi sekaligus menurunkan kepercayaan publik.
Sejumlah penelitian sebelumnya memang telah menawarkan berbagai solusi pengendalian anggaran, mulai dari skema kompensasi, monitoring berbasis agency theory, penggunaan feedback control, flexible budget, hingga penerapan sistem e-procurement, katanya.
Namun, pendekatan ini dinilai masih dominan menekankan aspek rasionalitas ekonomi. Padahal, menurut Dr. Syarifuddin, faktor personal seperti budaya, kapasitas pengetahuan, etika, serta religiusitas, sangat menentukan moralitas dan integritas individu dalam pengelolaan anggaran.
Religiusitas yang diinternalisasi diyakini mampu menjadi mekanisme kontrol internal yang efektif, sekaligus mendorong perilaku prososial dan meminimalisir praktik manipulatif.