Opini
Prof Jamaluddin Jompa dan Makna Sejati Pengabdian Ilmiah
Bahwa ilmu pengetahuan bukanlah perlombaan lari cepat menuju pengakuan, melainkan sebuah ziarah yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan cinta
Achmad Firdaus SIP MIR
Mahasiswa Doktor di People Friendship of Unviersity Moskow, Rusia
BAGI setiap ilmuwan muda di Indonesia, kisah Prof Jamaluddin Jompa adalah sebuah kompas yang menuntun.
Ia mengajarkan kita untuk tidak tergesa-gesa.
Bahwa ilmu pengetahuan bukanlah perlombaan lari cepat menuju pengakuan, melainkan sebuah ziarah yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan cinta yang tak bersyarat.
Kisahnya mengingatkan bahwa kekayaan terbesar kita sebagai bangsa ada di halaman belakang rumah kita sendiri: di keanekaragaman hayati Papua, di jejak geologi kuno Jawa, dan di kekayaan budaya Sumatra.
Di situlah ladang yang takkan pernah kering untuk digali, dan di sanalah kita akan menemukan kontribusi unik kita kepada peradaban dunia.
Prof Jamaluddin Jompa membuktikan bahwa seorang ilmuwan bisa menjadi mercusuar bagi bangsanya tanpa harus memadamkan cahaya identitas dirinya.
Ia menunjukkan bahwa cinta tanah air dapat diwujudkan tidak hanya melalui perjuangan fisik, melainkan juga melalui dedikasi intelektual yang mendalam.
Dengan menjadi ahli terkemuka di bidangnya, ia membawa nama Indonesia ke panggung global dengan cara yang paling terhormat—melalui pengetahuan dan kearifan.
Ada kisah-kisah yang tak bisa diukur hanya dengan deretan angka sitasi atau pangkat jabatan, dan kisah Prof Jamaluddin Jompa adalah salah satunya.
Ia bukan sekadar seorang ilmuwan terkemuka, melainkan sebuah ode puitis yang dilantunkan oleh lautan Indonesia; sebuah pengingat abadi bahwa ilmu yang paling agung adalah yang lahir dari hati tulus dan mengakar pada tanah kelahirannya sendiri.
Di tengah hiruk pikuk ambisi dan persaingan global, Prof Jamaluddin Jompa adalah seorang petapa ilmu.
Jejaknya dimulai bukan dari kampus megah di luar negeri, melainkan dari tanah kering Takalar.
Baca juga: Prof Jamaluddin Jompa dan Tanggung Jawab Seorang Akademisi Sejati
Perjalanan masa kecilnya yang berpindah-pindah seolah telah menyiapkan jiwanya untuk sebuah pengembaraan yang lebih besar—pengembaraan demi ilmu. Ia meniti langkah dari bangku kuliah di Unhas, kemudian merantau ke Kanada dan Australia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.