Laporan tersebut merupakan langkah lanjutan setelah upaya klarifikasi tidak mendapatkan respons dari pihak kampus.
Dua surat klarifikasi telah dilayangkan sebelumnya, namun tidak ada jawaban dari UNM.
"Kami sudah kirim surat klarifikasi dua kali. Tapi hingga saat ini tidak ada balasan. Maka kami serahkan semuanya ke aparat hukum," tegasnya.
Ichsan menjelaskan beberapa poin utama dalam laporan tersebut.
Salah satunya dugaan bahwa pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak memiliki sertifikat kompetensi sesuai regulasi pengadaan barang dan jasa.
Ia juga menyoroti mekanisme pengadaan yang dianggap tidak sesuai prosedur, seperti penggunaan e-katalog dalam proyek yang seharusnya dilelang terbuka karena sifatnya kompleks.
Selain itu, ia menyampaikan adanya dugaan mark-up dalam pengadaan komputer dan smartboard.
Pengadaan 75 unit komputer disebut memiliki harga Rp32 juta per unit.
Padahal, kata Ichsan, harga pasar hanya sekitar Rp24 juta.
Selisih harga ini ditaksir menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp547 juta.
Sementara untuk pengadaan smartboard, selisih harga per unit diduga mencapai Rp100 juta dari nilai kontrak sebesar Rp250 juta.
Rektor UNM, Prof Karta Jayadi, merespons santai laporan tersebut.
Ia menyatakan menghormati langkah hukum yang ditempuh dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
"Semua warga negara berhak menyampaikan pendapatnya. Negara ini negara demokrasi," ujar Prof Karta saat dikonfirmasi pada Kamis (26/6/2025).
Terkait dugaan markup yang disampaikan pelapor, Prof Karta tidak ingin berpolemik.