Jalan MT Haryono arah Kuburan Macanang tak bisa dilalui.
Jalan Hos Cokroaminoto ke Kampus IAIN Bone terhenti.
Jalan Jenderal Ahmad Yani dari arah pom bensin macet total.
Kericuhan pecah setelah Magrib, dengan lemparan batu ke arah aparat.
Beberapa anggota Satpol PP dan Brimob terluka, termasuk Aipda Rahmat ibu jarinya nyaris terputus.
Bripda Awal terluka robek kening sebelah kanan.
Di tengah massa, emak-emak ikut bersuara lantang.
“Kami ini ibu rumah tangga, beban hidup makin berat. Harga kebutuhan pokok naik, ditambah lagi pajak dinaikkan, makin susah kami,” ujar seorang ibu.
“Mana pak bupati? Keluarki pak bupati, kenapa dikasih naik lagi pajak. Beras sudah mahal, pajak naik lagi. Susahki begini.”
Demonstran juga membawa koper kardus bertuliskan “Uangnya Asman”, “Uangnya Akmal”, dan “Uangnya Angkasa”, menyindir para pejabat dianggap abai.
Rafli Fasyah, jenderal lapangan aksi, menyuarakan kekecewaannya.
“Di mana tanggung jawab mereka sebagai pemimpin? Seharusnya mereka berdiri di depan rakyat, bukan bersembunyi di balik aparat,” katanya.
Di tengah gelombang protes, hanya satu suara berbeda di DPRD Bone, Andi Adil Fadli Lura.
Dalam rapat paripurna RPJMD 2024–2029, ia menolak kenaikan PBB-P2 secara pribadi.
“Ketika target PAD dinaikkan, utamanya dari sektor pajak, dampaknya tentu langsung dirasakan masyarakat. Apalagi sekarang banyak riak-riak, bahkan sampai di kecamatan-kecamatan banyak pemuda ikut memprotes,” katanya.
Ia menilai kebijakan ini belum tepat dan harus disosialisasikan secara bertahap:
“Minimal masyarakat mengetahui aspek apa saja yang menjadi dampak dari kebijakan ini,” katanya. (*)