Opini

Merdeka Sebenarnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Syamril Direktur Sekolah Islam Athirah. Kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik, tapi dari hawa nafsu, korupsi, dan pendidikan membelenggu.

Merdeka Sebenarnya

Oleh: Syamril

Direktur Sekolah Islam Athirah

TRIBUN-TIMUR.COM - Teriakan dan tulisan "Merdeka atau Mati" menghiasi atmosfer dan dinding-dinding kota di seluruh Indonesia setelah proklamasi 17 Agustus 1945.

Itu menggambarkan suasana batin para pejuang yang ingin merdeka. Lebih baik mati daripada kembali dijajah.

Merdeka menjadi dambaan setiap insan. 

Merdeka adalah fitrah. 

Setiap manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas dari penindasan dan penjajahan. 

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Itulah alinea pertama Pembukaan UUD 1945. 

Semangat inilah membuat Indonesia sejak dahulu mendukung perjuangan kemerdekaan negara lain di dunia. 

Sejak Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 hingga pembelaan Indonesia pada masa sekarang ini terhadap kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel.

Indonesia telah merdeka 80 tahun lalu. 

Apakah semangat juang kemerdekaan ini masih relevan dengan kondisi sekarang? Tentu saja masih relevan.

Perjuangan merdeka di era sekarang bukan lagi merdeka fisik tapi merdeka jiwa. 

Halaman
123

Berita Terkini