Kondisi tersebut memicu kekecewaan mendalam di kalangan mahasiswa.
Mereka merasa suara masyarakat Bone tidak dihargai oleh pemimpin daerahnya.
"Kami sudah datang jauh-jauh untuk menyampaikan aspirasi, tapi justru diabaikan. Ini bukti pemerintah tidak serius mendengar rakyat," kata salah satu orator aksi.
Sejumlah mahasiswa kemudian duduk berdiam diri di halaman kantor sebagai bentuk protes simbolik atas ketidakhadiran Bupati.
Mereka menganggap sikap itu sebagai bentuk penolakan pemerintah untuk berdialog.
Dalam orasinya, massa menegaskan kenaikan PBB-P2 tidak hanya membebani masyarakat, tetapi juga meningkatkan angka tunggakan pajak. Kemampuan bayar warga semakin rendah.
Mereka menuntut pemerintah segera membatalkan kebijakan tersebut.
Dan melakukan evaluasi ulang dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
"Ini baru pemanasan. Kalau bupati terus menghindar, kami akan datang lagi dengan massa yang lebih banyak," kata Rafli.
Massa dan Aparat Saling Dorong
Aksi unjuk rasa ini berakhir ricuh. Massa dan aparat keamanan saling dorong.
Kericuhan bermula saat demonstran memaksa maju mendekati pintu masuk kantor bupati untuk menyampaikan aspirasi.
Namun, mereka diblokade polisi dan Satpol PP di depan pintu gerbang.
Massa pun murka hingga aksi saling dorong pun terjadi.
Suasana semakin panas ketika pendemo lempari polisi dan Satpol PP pakai botol air.