MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Kelompok ibu-ibu demo Gedung DPRD Makassar di Jalan Andi Pangerang Petta Rani, Makassar, Sulsel, Rabu (6/8/2025), menolak rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di wilayah mereka.
Mereka membawa atribut demo dan berorasi dengan lantang. Seruan "Tolak, tolak, tolak!" menggema di depan gedung dewan, menarik perhatian pengguna jalan. Akibatnya, arus lalu lintas di sekitar lokasi sempat macet dan klakson kendaraan bersahutan.
Pembangunan PSEL direncanakan di Grand Eterno, Jalan Ir Sutami, Kecamatan Tamalanrea.
Hj Sinar, salah satu orator, menyatakan, warga di lingkungan Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia menolak keras proyek tersebut.
Mereka khawatir terhadap dampak lingkungan, kesehatan, pencemaran air, dan penurunan kualitas hidup.
"Kami butuh udara segar, bukan polusi sampah. Pindahkan proyek ini dari kampung kami," teriak Hj Sinar.
Menurut warga, sekolah-sekolah di sekitar lokasi juga akan terdampak.
Novi, demonstran lainnya, menilai konsep PSEL justru bertentangan dengan prinsip dasar pengelolaan sampah yang berkelanjutan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Baca juga: Proyek PSEL Makassar Tetap Dilanjut, Pemkot Tunggu Arahan Pusat
Ia menjelaskan, teknologi insinerator yang digunakan PSEL berisiko tinggi terhadap kesehatan karena melibatkan proses pembakaran yang menghasilkan gas berbahaya dan partikulat.
"Paparan senyawa berbahaya tidak hanya di sekitar fasilitas, tapi bisa menyebar luas lewat udara dan membahayakan lebih banyak orang," jelas Novi mengatakan.
Warga menilai proyek ini tidak layak dibangun di area padat penduduk.
Emisi insinerator dapat mencemari udara, sumber air, dan menurunkan kualitas hidup masyarakat sekitar.
Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSa juga mengungkap bahwa proses pembakaran sampah menghasilkan polutan seperti PM 2,5, dioksin, dan furan—senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker, gangguan hormon, sistem kekebalan tubuh, dan reproduksi, bahkan berdampak serius pada perkembangan anak.
Baca juga: PSEL Belum Jalan, Munafri Arifuddin Dua Kali Temui Shanghai SUS Environment
Zat-zat berbahaya itu juga sangat sulit terurai dan bisa menetap di lingkungan serta tubuh manusia dalam jangka panjang.
Selain itu, warga mempersoalkan beban keuangan daerah. Proyek PLTSa dengan masa operasi 20–30 tahun akan membebani APBD melalui skema tipping fee yang harus dibayar pemerintah kota kepada operator, yakni PT SUS.