TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar mengusulkan agar dana kelurahan dialokasikan untuk pendanaan program lingkungan.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar Helmy Budiman dalam Rapat Koordinasi Teknis Bersama Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi dan Maluku.
Rapat dihadiri Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi Maluku (Pusdal LH SUMA), Dr. Azri Rasul, lurah hingga camat di Balaikota Makassar Jl Jenderal Ahmad Yani, Jumat (1/8/2025).
Helmi menyampaikan, untuk menyelesaikan persoalan lingkungan utamanya sampah bukan hanya tanggungjawab DLH.
Semua perangkat daerah termasuk kecamatan dan kelurahan harus bekerjasama menata dan memperbaiki lingkungan.
"Kami mengusulkan kepada Bappeda bagaimana kiranya 2026 dana kelurahan yang cukup besar ini kita minta juga alokasinya disiapkan untuk pengelolaan lingkungan," ucap Helmy.
Estimasi anggaran yang bisa dialokasikan sebesar Rp100 juta per kelurahan atau Rp15,3 miliar dari 153 kelurahan.
Anggaran tersebut paling tidak bisa digunakan untuk sosialisasi hingga pengadaan sarana prasarana.
Misalnya pengadaan tempat sampah pilah, biopori, komposting hingga pembuatan maggot.
Berbagai strategi telah dilakukan Pemkot Makassar dalam sektor lingkungan.
Baca juga: DLH Makassar Usul Tugas Tambahan untuk Ketua RT/RW, Setiap Lorong Wajib Ada Bank Sampah
Misalnya, program Jumat Bersih, edaran pembatasan penggunaan plastik, hingga rencana aktivasi bank sampah.
"Untuk bank sampah tentu harus ada treatment khusus, seperti contoh mungkin untuk RT/RW. Kita kasih masuk menjadi bagian untuk indikator penilaian insentifnya," katanya.
Selain itu pegawai lingkup Pemkot Makassar juga diharapkan jadi nasabah bank sampah.
Wali Kota Munafri menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk mengelola kebersihan kota secara sistematis dan berkelanjutan.
Kata Munafri, saat ini Makassar masuk radar pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup, sebagai salah satu prasyarat untuk ikut serta dalam kompetisi Adipura.
Maka dari itu, dibutuhkan perhatian ekstra dan langkah konkret yang terukur.
Wali Kota juga memaparkan berbagai program prioritas lingkungan yang akan digerakkan hingga ke tingkat RT.
Salah satunya adalah program biopori, eco enzim, dan maggot.
"Setiap RT wajib membuat biopori. Selain itu, mereka juga harus memiliki Eco Enzyme, unit proses, serta budidaya maggot sebagai solusi pengolahan sampah organik," ujarnya.
Menurutnya, langkah ini sekaligus menjadi bagian dari ekosistem besar pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Appi juga menargetkan bertumbuhnya lebih banyak bank sampah dan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) di seluruh kecamatan.
Untuk mendukung program ini, jalur-jalur utama kota akan menjadi prioritas dalam pembuatan biopori, di mana petugas penyapu jalan akan dilibatkan langsung dan diberikan tanggung jawab penuh atas pemeliharaannya.
Selain soal kebersihan dan sampah, Pemkot Makassar juga tengah menata ulang sejumlah taman kota melalui skema kerja sama dengan pihak ketiga.
"Taman kota tidak boleh lagi saling lempar tanggung jawab. Pengelolaannya harus dikerjasamakan agar punya sistem pengawasan yang baik," ungkap Munafri.
Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Sulawesi Maluku (Pusdal LH SUMA), Azri Rasul menyampaikan, pemerintah pusat mendorong pengelolaan sampah secara mandiri di titik awal, baik oleh individu, rumah tangga, pelaku usaha, hingga kawasan industri.
"Kalau hotel, rumah sakit, sekolah atau kawasan industri bisa mengelola sampahnya sendiri, maka tidak lagi menjadi beban bagi pemerintah daerah. Semua selesai di tempat. Inilah yang menjadi fokus pembinaan kami," ujar Azri.
Pusdal LH SUMA saat ini telah mendorong pengelolaan mandiri pada beberapa kawasan di Kota Makassar, termasuk kawasan industri yang tengah mengikuti program Proper (Peringkat Kinerja Perusahaan) dari KLHK.
Melalui pembinaan ini, kawasan industri diharapkan dapat mengelola sampahnya secara tuntas tanpa mengalirkannya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sebagai langkah konkret, Pusdal LH SUMA telah membentuk tim identifikasi yang bekerja sama dengan seluruh kecamatan di Kota Makassar.
Tim ini akan melakukan inventarisasi lapangan terhadap praktik pengelolaan sampah di wilayah-wilayah kelurahan.
"Kami akan mencatat secara faktual jumlah dan jenis pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga, pelaku usaha, sekolah, hingga kantor-kantor. Ini penting untuk menentukan seberapa besar sampah bisa diselesaikan di sumber," jelasnya.
Data tersebut akan menjadi bahan perhitungan persentase pengelolaan mandiri, sebagai bagian dari indikator utama dalam penilaian Adipura.
Targetnya, minimal 51,2 persen sampah harus dikelola secara mandiri di hulu, baik melalui bank sampah, TPS3R, kompos rumah tangga, maupun sistem budidaya maggot.(*)