TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Dari luar, Sulawesi Tengah (Sulteng) tampak seperti “surga” baru industri nikel.
Namun di balik geliat investasi dan pembangunan, tersembunyi kisah pilu, kerusakan lingkungan, penggusuran rakyat, dan pembiaran sistematis oleh negara.
Hal ini diangkat dalam podcast eksklusif Tribun Timur tayang Minggu (6/7/2025), dipandu Hasim Arfah.
Tamu utama, Muhammad Safri, anggota DPRD Sulteng dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), membeberkan fakta mengejutkan soal dampak tambang di Morowali.
Safri pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Morowali Utara selama satu dekade.
Pengalamannya memberinya pandangan langsung atas dampak eksploitasi tambang terhadap lingkungan dan masyarakat.
"Sebelum saya jadi anggota DPRD provinsi, 10 tahun saya sebagai pimpinan DPRD Morowali Utara. Saya itu 28 kali mengeluarkan rekomendasi," tegasnya.
Namun, ia menyayangkan semua rekomendasi tersebut diabaikan.
Negara dianggap hanya hadir saat menguntungkan segelintir pihak, tapi diam saat rakyat kehilangan air bersih, lahan, dan mata pencaharian.
Menurutnya, kerusakan lingkungan bukan hanya akibat kelalaian, melainkan hasil dari sistem dibiarkan berlangsung.
"Kalau memang negara hadir di tengah-tengah rakyat, dilapor atau tidak dilapor, seharusnya ada penegakan hukum di situ," ujarnya.
Safri menilai negara gagal menindak perusahaan tambang meski pelanggaran sudah terang-terangan.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan serta minimnya kontribusi tambang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Safri menjelaskan bahwa keterbatasan kewenangan membuat DPRD dan pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak.
Ia bahkan mengajukan uji materi UU Nomor 23 Tahun 2014 agar kewenangan daerah diperkuat.