TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Universitas Negeri Makassar (UNM) menunjukkan respons cepat dan tegas dalam menangani kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan oknum dosen di lingkungan kampus.
Rektor UNM, Prof Dr Karta Jayadi langsung mengambil tindakan dengan membebastugaskan KH, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) UNM, usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulsel dalam kasus kekerasan seksual sesama jenis.
“Kalau sudah tersangka, UNM bebastugaskan,” tegas Prof Karta saat dikonfirmasi pada Rabu (25/6/2025).
Dengan pembebastugasan ini, KH tidak lagi diperkenankan menjalankan aktivitas akademik apa pun di lingkungan kampus, termasuk mengajar dan membimbing mahasiswa.
Tindakan ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap sivitas akademika dan untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa intervensi.
Prof Karta Jayadi juga menegaskan bahwa jika kasus ini terus bergulir hingga ke pengadilan dan KH berstatus sebagai terdakwa, maka pemecatan akan diusulkan sebagai sanksi paling berat.
“Kalau terdakwa, diusulkan pemecatan. UNM komit dalam penegakan etika dan perlindungan terhadap mahasiswa,” tegasnya.
Tindakan cepat ini menunjukkan keseriusan UNM dalam menangani isu kekerasan seksual, sekaligus mempertegas posisi universitas sebagai institusi pendidikan yang menjunjung tinggi martabat, keselamatan, dan hak setiap mahasiswa.
Tribun Timur terakhir mencoba mengkonfirmasi dosen KH dengan nomor kontak +62 852-9972-5XXX, Sabtu (14/6/2025) pukul 22.29 WITA. Nomor ini terkonfirmasi nomor KH dari dosen dan mahasiswanya di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNM.
Namun, dia belum memberikan tanggapan atas tuduhan pelecehan seksual laporan dari AD ke Polda Sulsel.
Penetapan Tersangka
KH resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Unit 5 Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel berdasarkan hasil gelar perkara internal.
Ia dijerat Pasal 6 huruf a dan c dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang mengatur sanksi terhadap pelaku yang menyalahgunakan posisi serta mengeksploitasi kerentanan korban.
Ancaman hukuman untuk pasal tersebut mencapai 12 tahun penjara dan denda maksimal Rp300 juta.
Sementara itu, korban melalui kuasa hukum dari LBH Makassar, Ambara Dewita Purnama, menyebut pelaporan dilakukan sejak Januari 2025.
Korban juga telah menyerahkan bukti tambahan serta hasil visum kepada penyidik.