Sejak awal 2025, AS menyatakan telah resmi berhenti kuliah.
Namun, dosennya, Ainun, terus mendatanginya untuk menuntut ganti rugi sebesar Rp 4,8 juta karena ia tidak melanjutkan kuliah.
"Saya sudah berhenti kuliah, tapi Ibu Ainun dan teman saya terus datang ke rumah, minta ganti rugi Rp 4,8 juta. Saya bingung harus cari uang dari mana,” keluhnya.
AS menyebut bahwa saat semester dua dimulai, dosennya masih mencarinya, bahkan mendatangi tempat kerjanya.
"Dia datang ke tempat kerja saya, minta saya ikut ke kampus. Tapi malah diajak ke bank. Di sana KTP dan buku rekening saya diserahkan ke satpam oleh Bu Ainun," tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dirinya didampingi oleh dua dosen, termasuk dosen bernama Ian yang ikut masuk hingga ke Customer Service bank.
Saat diminta data pribadi oleh pihak bank, dosen tersebut justru yang mengisi data seperti PIN dan email.
"Pak Ian yang isi PIN, bukan saya. Saya cuma tunjukkan HP saya. Setelah keluar dari bank, saya lihat mereka langsung masuk ke ATM,” ucapnya.
AS menegaskan, dirinya sama sekali tidak pernah menerima beasiswa yang disebut-sebut bernilai Rp 4,8 juta tersebut. Ia juga merasa ditekan karena gajinya yang hanya Rp 700 ribu per bulan hendak dipotong untuk membayar “utang” beasiswa.
"Gaji saya mau dipotong Rp 350 ribu, katanya untuk ganti beasiswa. Tapi bos saya tidak mau karena bukan rekening resmi kampus," jelas AS.
AS menambahkan, pada Mei 2025, dosennya datang pagi-pagi ke rumah, membangunkannya, dan memintanya menandatangani surat pengunduran diri.
"Saya disuruh tanda tangan surat pengunduran diri, disuruh tulis keterangan tidak bisa lanjut kuliah. Setelah itu, dia kembalikan buku rekening, KTP, dan ATM saya," katanya.
Dosen tersebut, lanjut AS, menyatakan bahwa masalah telah selesai.
Namun, setelah menceritakan kejadian tersebut ke atasannya di tempat kerja, AS disarankan untuk melaporkan ke polisi.
"Bos saya bilang supaya saya lapor polisi. Saya sudah lapor ke Polsek Tanete Riattang pada Mei kemarin,” tandasnya.
Catatan: Kasus ini masih dalam pengembangan, dan belum ada keterangan resmi dari pihak kampus maupun dosen yang bersangkutan. Pihak berwenang diharapkan segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana beasiswa ini.