Lipsus Kekerasan Seksual

Ujian di Atas Kasur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MAHASISWA KETAKUTAN- Ilustrasi by AI, seorang mahasiswa ketakutan di atas kasus dibuat, Sabtu (14/6/2025). Korban mahasiswa UNM, diduga jadi korban pelecehan seksual, melaporkan dosennya ke Polda Sulsel.

Di kepalanya, ujian seharusnya berlangsung secara akademik, kini justru diliputi tanda tanya dan perasaan tidak nyaman yang tak bisa ia jelaskan. 

Di dalam kamar, dosen itu telah berbaring di atas dipan, tubuhnya tampak bersiap untuk dipijat. Ia menunjuk posisi di sampingnya, meminta AD mendekat. 

Dengan ragu, AD menurut. Ia mulai memijat pelan bagian kepala, lalu perlahan turun ke dada, lengan, kaki hingga titik-titik yang membuat jantungnya berdegup tak beraturan. 

Tangan AD gemetar. Di antara tekanan di ujung jari, pikirannya penuh tanya.

“Saya bingung itu situasi apa. Di satu sisi, saya sadar ada yang tidak wajar dari permintaannya. 

Tapi bagaimana dengan ujianku, bagaimana nilaiku?” AD menutup mata lalu menunduk mengingat kembali malam itu. Ia tetap bertahan. Mungkin, setelah ini, ujian lisan akan dimulai. Tapi harapannya kembali terombang-ambing ketika sang dosen justru menunda. Waktu bergulir. 

Malam kian larut. Tak ada tanda-tanda ujian berlangsung di atas tempat tidur itu. AD bertanya lagi. 

Namun jawaban yang ia terima hanyalah, “Saya mengantuk. Istirahat dulu, ya.” AD terdiam. 

Ia tetap duduk, menunggu dengan perasaan was-was, tak tahu harus pulang atau bertahan di tengah ketidakpastian yang membuatnya merasa asing, bahkan pada dirinya sendiri. 

AD nyaris tak percaya ketika dosen itu tiba-tiba bangkit, lalu meminta dirinya berbaring di samping di atas dipan yang sama. 

“Alasannya, “untuk melanjutkan ujian lisan”. Belum sempat memahami maksud permintaan itu, AD merasakan pelukan.

Tangan sang dosen pun mulai meraba. Ia tercekat. Ada rasa risih yang tak bisa lagi ditahan. Nalarnya menolak, tubuhnya menegang. 

AD langsung melawan dan memaksa diri untuk pergi.

“Saya risih, melawan, dan memaksa pulang. Dia bilang tidak apa-apa, tapi saya tetap mau pulang,” kata AD, mengenang malam itu. 

Dengan perasaan berkecamuk, ia bangkit, keluar dari kamar yang mendadak begitu asing. Dosen itu mengekor di belakang, lalu tiba-tiba menyodorkan selembar uang Rp50.000 “uang jajan,” katanya ringan. 

Halaman
1234

Berita Terkini