Opini

Pancasila Reborn dalam Pusaran Algoritma

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Alumni Universitas Handayani Makassar, Ishadi Ishak SKom MM.


Antara Konten dan Kritik

Namun kita juga tidak boleh abai terhadap sisi gelap dari ruang digital. Tidak semua konten yang menyebut Pancasila bernilai positif.

Kadang, nama Pancasila digunakan sebagai tameng dari intoleransi, pembungkaman kritik, atau bahkan propaganda kekuasaan.

Di sisi lain, kritik terhadap negara yang sejatinya sehat dan konstruktif, justru sering dicurigai sebagai anti Pancasila.

“Di negara demokratis, kritik bukan kejahatan. Justru kritik adalah bentuk tertinggi dari cinta pada tanah air.”

(Franz Magnis-Suseno)

Pancasila harus tetap terbuka terhadap nalar kritis. Ketika Gen Z mengkritik ketimpangan, Gen Z bukan sedang menolak Pancasila, tapi justru sedang memperjuangkan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketika Gen Z membela hak-hak minoritas, itu bukan pengkhianatan terhadap persatuan, melainkan upaya menjaga persatuan dan merawat ke-bhinekaan.

Dalam era digital, kritik dan konten adalah dua wajah dari koin yang sama.

Keduanya membutuhkan kedewasaan, empati, dan kedalaman berpikir. Maka, membumikan Pancasila berarti membangun budaya literasi digital yang etis dan reflektif.  

Negara Harus Hadir, Tapi Tidak Mendominasi

Membawa Pancasila ke ruang digital bukan semata tugas rakyat.

Negara tidak boleh hanya hadir dalam bentuk regulasi atau pengawasan, tetapi harus menjadi fasilitator bagi kreativitas anak muda dalam menyebarkan nilai-nilai kebangsaan. 

Dukungan terhadap literasi digital, pelatihan kreator konten, hingga penguatan komunitas digital yang sehat harus menjadi prioritas.

Pendidikan Pancasila juga perlu direformasi.

Halaman
1234

Berita Terkini