"Layar tak pernah mati, data terus mengalir dari Madinah," kata Ihabul.
Mahasiswa asal Brebes ini ahli melacak bus yang tersesat atau terlambat.
Puncak arus terjadi saat 20 kloter/hari tiba di Makkah.
Setiap kloter biasanya diangkut 5-7 bus besar.
Sistem masih semi digital dengan banyak input manual.
"Data di kertas sering berubah, harus terus diupdate," kata mahasiswa Pascasarjana Jurusan Sejarah Kodifikasi Hadis Universitas Alawiyyin Maroko ini.
Checker di Madinah menjadi ujung tombak verifikasi data.
Mereka berkoordinasi dengan Daker Bandara dan operator bus.
Kasus bus salah turunkan jemaah kerap terjadi.
"Tadi bilang sudah sampai, ternyata salah hotel," cerita Ihabul.
Aplikasi Afaqy dan Idara Tracking membantu koreksi kesalahan.
Tim bisa langsung telepon sopir atau ketua rombongan.
10 perusahaan bus antarkota terhubung sistem ini.
5 operator Bus Shalawat juga dipantau real-time.
Setiap hari ada cerita unik dari perjalanan kloter.