Opini

Perang Dagang Amerika VS China: Antara Kepentingan Ekonomi dan Perebutan Opini Global

Editor: Muh Hasim Arfah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muh. Syaiful, Mahasiswa Doktoral Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia

Diplomasi tersebut berakar dari ideologi nasionalisme yang menganggap bahwa China memiliki hak untuk melawan dominasi narasi Barat demi mempertahankan kedaulatannya, termasuk dalam ranah opini global.

Menariknya, diplomasi tersebut menimbulkan dilema bagi pemerintah China, yang sangat berguna dalam membangun citra nasional yang kuat di dalam negeri.

Namun, gaya tersebut berpotensi mengganggu hubungan luar negeri dan memperburuk persepsi internasional terhadap China. 

Dengan demikian, Wolf Warrior Diplomacy merefleksikan pergeseran ideologis menuju diplomasi yang populis dan reaktif. Sehingga memperlihatkan kontestasi global melalui pertarungan narasi dan persepsi.

Di era digital, platform media sosial menjadi salah satu alat utama dalam perang opini. Baik Amerika maupun China terlibat dalam propaganda digital.

Aktor-aktor negara dari kedua belah pihak memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan narasi yang menguntungkan mereka, bahkan dengan menciptakan berbagai akun-akun untuk mempengaruhi opini global. 

Perang opini ini juga melibatkan perebutan pengaruh terhadap negara-negara dunia ketiga, khususnya di Afrika dan Asia Tenggara. China dengan Belt and Road Initiative (BRI) berusaha membangun citra sebagai mitra pembangunan yang andal, sementara Amerika mencoba menandingi narasi tersebut melalui kritik terhadap jebakan utang dan kurangnya transparansi dalam proyek-proyek BRI (Brautigam, 2020).

Di sini, opini dan elite politik menjadi medan kontestasi yang menentukan keberhasilan strategi “soft power” masing-masing negara.


Opini dan Ideologi
Sehingga, penting untuk melihat bahwa  perang opini antara Amerika dan China dari sudut pandang ideologis. Amerika mengusung nilai-nilai demokrasi liberal dan pasar bebas (kompetisi).

Namun, di era Trump mulai melakukan “perang dagang” sebagai proteksi terhadap negara-negara yang menjadi mitra dagangnya. 

Sedangkan China menekankan stabilitas, pembangunan terencana, dan kedaulatan negara.

Ketika kedua negara menyampaikan pesan-pesan mereka ke dunia, mereka tidak hanya bersaing dalam hal kebijakan, tetapi dalam membentuk kerangka berpikir global.

Oleh karena itu, mengapa perang dagang tidak bisa dipisahkan dari konteks perang ideologi dan nilai-nilai global.

Dalam konteks domestik, baik Amerika maupun China juga menggunakan retorika perang dagang untuk mengkonsolidasikan dukungan politik dalam negeri.

Di Amerika, isu perdagangan sering dikaitkan dengan hilangnya lapangan kerja manufaktur.

Halaman
123

Berita Terkini