Kolom Muhary Wahyu Nurba

Damai dengan Memaafkan

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhary Wahyu Nurba - Foto ini dikirim ke redaksi Tribun-Timur.com, jelang Hari Raya Idulfitri 1446 H/2025 M.

Oleh: Muhary Wahyu Nurba

Redaktur Magrib.id, alumnus fakultas Sastra Universitas Hasanuddin.

TRIBUN-TIMUR.COM - Ramadan tinggal sehari akan beranjak pergi. Di waktu waktu penghabisan ini, bersyukurlah jika kita masih diberi keikhlasan melaksanakan perintah berpuasa sembari terus berupaya melatih diri menahan hawa nafsu, turut merasakan sebenar benarnya haus dan laparnya kaum dhuafa sehingga kita bergerak untuk peduli terhadap kehidupan mereka. Tidak cukup hanya dengan menghayati, tetapi bergerak nyata membantu meringankan beban hidup mereka.

Dengan berpuasa kita juga diajarkan untuk selalu bersabar dan istiqomah melaksanakan semua ibadah dan amal di bulan suci Ramadan. Selain itu, puasa menjadi peringatan bagi kita untuk menahan diri membincang atau melakukan hal hal yang tidak bermanfaat, lalai, dan menyiakan waktu yang melesat bagai kilat, sangat terbatas. Sebaliknya, kita semakin dalam menginjak pedal gas, ngebut di jalan Allah, agar kita sampai di gariskhoirunnaas amfaauhum linnaas, sebagai manusia terbaik yang memberi manfaat sebanyak banyaknya kepada sesamamanusia. 

Di bulan mulia inilah kita sepatutnya membersihkan hati dari iri dan dengki, dari dendam, dan ikhlas memaafkan semua kesalahan orang lain terhadap diri kita. Sebagai seorang muslim, salah satu penanda yang bisa terlihat sebagai bagian dari adab, yaitu kesantunan, kesabaran dan kebesaran hati untuk memaafkan orang lain. 

Kita semua tahu tidak ada makhluk yang sempurna. Kita semua pernah khilaf. Maka, apabila ada seseorang yang khilaf, lalu berusaha meminta maaf, maka kita dianjurkan untuk memaafkannya, sebab Allah sendiri adalah al-ghafururrahiim, dzat yang Maha Pengampun, Maha menyayangi hamba hambanya.

Rasulullah SAW adalah sosok terbaik yang bisa menjadi panutan bagi kita semua dalam hal sifat sifat terpuji. Rasulullah banyak mengalami cacian, penghinaan, dilempari batu, dilumuri kepalanya dengan kotoran, bahkan dikejar untuk dibunuh, padahal yang ia bawa adalah risalah kebaikan. Sepanjang hidupnya, Nabiullah Muhammad SAW mencontohkan kita akhlak yang mulia, bagaimana agar kita bisa bersabar dan lembut kepada semua manusia, memberi maaf, agar kita bisa memenangkan perang besar yang berlangsung sepanjang kehidupan ini yaitu Jihaadun nafs atauperang melawan diri sendiri. Beliau adalah rahmatan lil ’alamin, rahmat bagi semesta alam. Dialah cahaya terang yang sepanjang hidupnya mengajak kita berpindah dari alam jahiliah atau kebodohan ke alam terang pengetahuan, ke alam kasih sayang.

Akhlak Rasulullah SAW terjaga. Dalam QS Al Qalam, disebutkan bahwa beliau berada di atas akhlak yang agung. Juga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang kisah Sa’ad bin Hisyam bin Amir saat datang ke Madinah, hendak mengunjungi Aisyah Radhiyallahu ‘Anha untuk menanyakan beberapa masalah. 

“Wahai Ummul Mukminin,” kata Sa’ad bin Hisyam, “Beritahulah aku tentang akhlak Rasulullah SAW!” Aisyah bertanya, “Bukankah engkau membaca Al-Qur’an?” Sa’ad bin Hisyam menjawab, “Ya.” Lalu Aisyah RA berkata lagi, “Sesungguhnya akhlak Nabiullah SAW adalah Al-Qur’an.” Sejak itu Sa’ad pun tidak ingin bertanya kepada siapapun tentang apapun sampai ajal menjemputnya.

*
Islam mengajarkan kita, bahwa meminta maaf bukanlah kehinaan, atau kekalahan, dan si pemberi maaf hatinya akan dicurahi angin yang lembut yang membawanya ke danau ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan. Orang semacam ini pastilah memiliki hati yang bersih. Sungguh beruntung dan mulia mereka yang bersedia memaafkan orang lain padahal ia dalam posisi bisa membalasnya. Mereka yang ber-qolbun salim akan selalu sanggup menahan amarahnya. Kita semua berharap bisa sampai ke titik ini. Aamiin.

Dalam Al Quran banyak sekali disebutkan tentang perihal memaafkan ini.

Al-lażiina yunfiquuna fis-sarraa'i waḍ-ḍarraa'i wal-kaaẓimiinal gaiẓa wal-‘aafiina ‘anin-naas(i), wallaahu yuḥibbul-muḥsiniin. (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Al Imran 134).

In tubduu khairan au tukhfuuh, au ta‘fuu ‘an suu'in fa innallaaha kaana ‘afuwwan qadiiraa. Jika kamu menampakkan atau menyembunyikan suatu kebaikan atau memaafkan suatu kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. (QS An Nisa 149).  

Khuzil-‘afwa wa'mur bil-‘urfi wa a‘riḍ ‘anil-jaahiliin. Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh. (QSAl a’raf 199). 

Mari kita saling memaafkan. Mari kita doakan dan kita maafkan kedua orang tua kita, kita doakan dan kita maafkan guru guru kita, kita doakan dan kita maafkan istri, suami, atau anak anak kita, kita maafkan dan kita doakan sahabat sahabat kita, kita maafkan dan kita doakan orang orang yang pernah bertemu dan berinteraksi dengan kita, terutama yang menyakiti kita! Dan yang terakhir, kita juga mesti belajar memaafkan diri sendiri.

Satu kesalahan akan merontokkan seribu kebaikan, tapi satu pemaafan akan menumbuhkan berjuta juta kasih sayang.Selamat hari raya Idul Fitri. Sejukkan hati, kembali bersih.(*)

 

Berita Terkini