TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Fenomena ketidaknetralan ASN menandakan masih lemahnya budaya birokrasi profesional dalam kontestasi politik.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulsel mencatat sebanyak 128 kasus pelanggaran netralitas ASN sepanjang penyelenggaraan Pemilu 2024.
Hal ini menjadikannya sebagai pelanggaran terbanyak yang ditemukan selama masa kontestasi politik.
Temuan tersebut diungkap oleh Koordinator Divisi Humas dan Data Informasi Bawaslu Sulsel, Alamsyah.
Ia menyampaikannya dalam forum Evaluasi Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 yang digelar di Hotel Aryaduta Makassar, Kamis (7/8/2025) sore.
Forum ini turut dihadiri oleh Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dan diikuti berbagai pemangku kepentingan di bidang kepemiluan.
“Sepanjang tahun 2024, Bawaslu Sulsel menangani 375 temuan dan laporan. Dari jumlah tersebut, 192 kami nyatakan sebagai pelanggaran, dan yang paling mendominasi adalah pelanggaran netralitas ASN, yaitu sebanyak 128 kasus,” ungkap Alamsyah dalam paparannya.
Baca juga: Bawaslu Palopo Diperiksa DKPP, Dituding Lalai Awasi Administrasi Calon Wakil Wali Kota
Alamsyah menegaskan, berbagai bentuk pelanggaran netralitas ASN tersebut mencakup dukungan terselubung terhadap peserta pemilu, aktivitas politik di media sosial, hingga keterlibatan dalam kegiatan kampanye.
Ia menilai fenomena ini sebagai indikasi lemahnya pembinaan.
Terlebih pengawasan internal instansi pemerintah, serta belum optimalnya efek jera dari sanksi yang dijatuhkan.
“Netralitas ASN masih menjadi titik lemah yang berulang setiap pemilu. Ini menjadi catatan serius yang harus dibenahi secara sistemik, baik melalui regulasi, pengawasan, maupun pembinaan berkelanjutan terhadap aparatur negara,” tegasnya.
Selain pelanggaran ASN, Bawaslu Sulsel juga mencatat efektivitas penyelesaian sengketa pemilu.
Sepanjang 2024, terdapat tujuh permohonan penyelesaian sengketa yang seluruhnya diselesaikan melalui mekanisme mediasi.
Menurut Alamsyah, ini menunjukkan bahwa jalur non-litigasi masih menjadi alternatif yang efisien dalam menyelesaikan konflik elektoral di tingkat provinsi.
Terkait pengawasan logistik dan distribusi surat suara, ia menekankan bahwa transparansi dan akurasi dalam proses tersebut harus dijaga secara ketat.