Rudianto Lallo Soroti Pengamanan Berlebihan Polisi saat Eksekusi Lahan Gedung Hamrawati Makassar

Penulis: Muslimin Emba
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EKSEKUSI LAHAN - Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo saat konferensi pers di rumah aspirasi yang didirikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Senin (24/2/2025) sore. Penggusuran gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, beberapa waktu lalu, disorot Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo.

"Ini yang saya Kritisi dari mitra saya Polri khususnya kepolisian yang ada di kota Makassar. Kok bisa seperti itu, ini tidak bisanya, tentu karena tidak lazim dan tidak bisaya memunculkan pertanyaan, siapa yang main di sini," bebernya.

Mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini pun berharap agar polisi tidak dijadikan alat untuk keuntungan pihak tertentu.

"Kami dari komisi 3 dalam rapat kemarin sudah menyampaikan hal serupa. Meminta kepada kepolisian Polri untuk tidak dijadikan alat untuk kemudian menguntungkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, sehingga dijadikan alat untuk mengamankan misalnya aset-aset tertentu, itu yang kita kritik, penggunaan aparat dalam eksekusi," imbuhnya.

Tuai Polemik 

Eksekusi lahan berupa penggusuran Gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, menuai polemik.

Pasalnya, sejumlah pemilik sertifikat hak milik (SHM) juga mengaku punya hak atas lahay yang dieksekusi Pengadilan Negeri Makassar, pada Kamis (16/2/2025) pekan lalu.

Mereka pun melakukan perlawanan dengan meminta pertolongan Presiden Prabowo Subianto karena menganggap putusan pengadilan itu tak adil.

Diketahui keputusan eksekusi tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN. Mks jo. No.: 49/Pdt. G/2018/PN. Mks.

Perkara ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf dkk sebagai termohon eksekusi.

Kuasa Hukum, Saladin Hamat Yusuf, yaitu Muh Alif Hamat Yusuf mengatakan, selama ini opini yang muncul di permukaan seolah-olah sertifikat hak milik (SHM) Hamat Yusuf yang merupakan orang tuanya, sudah dibatalkan.

Padahal kata dia, SHM itu justru dikuatkan berdasarkan PTUN dan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional RI.

Adapun sertifikat yang dimaksud yaitu Sertifikat Nomor: 351/Tahun 1982, Surat Ukur Nomor: 294 tanggal 25 Februari 1982, dengan luas 42.083 M⊃2; atas nama Drs Hamat Yusuf.

Sertifikat itu kemudian dipecah menjadi lima sertifikat, yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor. 627, 628, 629, 630, 631, tahun 1994 yang kesemuanya atas nama Drs Hamat Yusuf.

"Sehingga pernyataan yang disampaikan oleh Baso Matutu maupun kuasanya adalah fitnah dan pembohongan publik  yang harus ditelusuri," ujarnya kepada wartawan di warkop Jl Anggrek, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Minggu (16/02/2025) sore.

Menurut Alif, sebelum eksekusi dilakukan, para ahli waris Hamat Yusuf telah menyampaikan situasi tersebut kepada semua pihak, namun sama sekali tidak didengarkan.

Halaman
1234

Berita Terkini