Opini Tomi Lebang 

Perginya Pecinta Umat

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Tomi Lebang bersama Syafruddin Kambo. Syafruddin Kambo meninggal dunia di Jakarta, Kamis (20/1/2025).

Kunjungan-kunjungannya amat berbeda dengan para politisi yang datang setiap menjelang Pemilu. Pak Syaf datang bertamu, sekadar berbagi kabar, bantuan, atau memenuhi undangan. 

Pak Syaf juga mengajak puluhan kiai dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, sampai Madura berkunjung ke Kairo, Mesir, bertemu dengan pimpinan Al-Azhar, dan bersilaturahmi dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di sana.

Misinya ke Mesir adalah menemukan jalan keluar bagi penyetaraan kurikulum pendidikan pondok-pondok pesantren di Indonesia.

Pak Syaf adalah pria pecinta masjid. Saya menyaksikan setiap datang ke satu kota, di mana pun di muka bumi yang dikunjunginya, ia takkan pernah luput menyinggahi masjid.

Dari kota-kota di pelosok Indonesia sampai sudut-sudut negeri nan jauh di Afrika, Amerika, dan Eropa. Saat bertandang ke Roma, selain menjadi  turis di Vatikan, saya menemani Pak Syaf ke “Moschea di Roma”, masjid raya ibukota Italia itu.

Di Paris, kami ke kawasan arondisemen Ve tempat Grande Mosquée de Paris berada. Di Jerman, kami mendatangi Zentralmoschee Köln, masjid sentral Koln yang sangat indah dengan arsitektur yang memukau.

Saya pun pernah menemaninya berkunjung ke masjid raya di kota Baku, Azerbaijan, sampai masjid tua di sebuah kawasan kuno di perbukitan kota Tbilisi, ibukota Georgia. 

Di setiap tempat itu, Pak Syaf juga akan menemui pengelola masjid -- dari imam sampai marbot -- sekadar bersilaturahmi dan saling mengenal, bahkan sampai menjalin jaringan.

Saya selalu mengingat gaya Pak setiap kali mampir di masjid. Ia akan mengenakan kopiah hitam sedikit melesak ke dahi dan miring ke kanan -- gaya berpeci imam-imam tua di tanah Mandar.

Diam-diam kami menjulukinya Imam Lapeo, seorang imam yang jadi legenda dari Sulawesi Barat, kampung halamannya. Seorang kawan bahkan menyimpan nomor telepon genggamnya dengan nama itu.

Saya mengenang sebuah penawaran yang mengagetkan dari Pak Syaf, suatu hari di tahun 2019. “Tom, bagaimana kalau kita main ke Mambi, kampungmu.” Saya tentu senang sekali.

Seorang menteri mau datang jauh-jauh ke pegunungan di Sulawesi. Mambi itu jauh, kata saya. “Kita naik helikopter. Dua helikopter. Nanti satu heli pinjam dari Sulbar,” katanya. 

Tak berapa lama, saya menolak rencana beliau. “Jangan, Pak. Saya tidak sanggup menanggung beban sebagai orang yang sangat sukses apabila nanti turun di tengah desa Mambi dengan helikopter. Padahal, itu karena menumpang saja.” Pak Syaf sampai tertawa tergelak-gelak mendengar alasan saya.

Begitulah. Bagi Pak Syaf, masa purnabakti bukanlah perbatasan antara bekerja dan tidak bekerja, atau menjadi pejabat dan bukan pejabat.

Bukan pula batas antara kebesaran yang nyata dan bayang-bayang. Masa pensiun adalah sebuah kesempatan untuk membentuk hidup yang paripurna. Hidup yang bermanfaat untuk umat. Untuk orang banyak. 

Halaman
1234

Berita Terkini