Oleh: Amir Muhiddin
Dosen Fisip Unismuh Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Muncul lagi istilah baru di Pilkada Serentak tahun 2024 yaitu “Partai Coklat”.
Istilah ini muncul pertama kali di Senayan, ketika salah seorang anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Yoyok Riyo Sudibyo, menyampaikan pandangannya dalam rapat kerja Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2024).
Partai Coklat dimaksud Yoyo tidak lain adalah pihak kepolisian yang dianggap cawe-cawe dalam Pilkada serentak tahun 2024.
Cawe-cawe dilakukan dalam bentuk intimidasi kepada para pejabat di daerah agar memilih salah satu pasangan yang dinginkan.
Mereka menakut-nakuti akan diangkat kasusnya jika tidak melakukannya, padahal menurut Yoyok, 2/3 dari Kepala Daerah yang ada di Indonesia bermasalah dengan hukum.
Tinggal 1/3-nya yang mungkin karena belum bermasalah.
Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto berkali-kali mengatakan adanya pergerakan partai Coklat alias Parcok di Pilkada Serentak 2024, terutama di Sumatra Utara dan Jawa Tengah.
Anggota DPR yang juga Ketua DPP PDI-P Deddy Sitorus bahkan mengatakan bahwa wilayah kekuasaan mereka yang selama ini dijuluki “Kandang Banteng” kini berubah menjadi kandang bansos dan parcok,” kata Deddy dalam jumpa pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Bukan hanya di Sumatra Utara dan Jawa Tengah, berkembang juga isu di masyarakat bahwa Partai Coklat juga ada di Sulawesi Selatan, terutama didua kabupaten yaitu Takalar dan Kabupaten Gowa.
Bahkan kekalahan Amir Uskara dan wakilnya Irmawati Haeruddin serta kemenangan Mohammad Firdaus Dg Manye dan wakilnya Hengky Yasin yang berhasil menumbangkan incumbent Syamsari Kitta-Natsir Ibrahim disebut-sebut
karena pengaruh Partai Coklat.
Mohammad Firdaus Daeng Manye sendiri adalah kakak kandung dari Kabarharkam Polri Komjen Pol Fadil Imran.
Sementara HusniahTalenrang dan Wakilnya Darmawangsyah Muin yang mengalahkan Amir Uskara juga adalah keluarga Komjen Pol Fadil Imran.
Tapi ini rumor yang sedang berkembang di masyarakat, mudah-mudahan saja tidak, karena ini adalah nama baik dan pertarungan konsistensi terkait integritas Polri seperti tertera dalam UU No 2 Tahun 2002 pasal 28 bahwa Polri bersikap
netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis.