Opini

Gaduh Nasib Perempuan Jelang Masa Tenang 

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen Universitas Sawerigading dan Aktivis AJI Makassar, Rahma Amin

Rahma Amin

Dosen Universitas Sawerigading, Aktivis AJI Makassar

PEMILIK suara mayoritas sebagai penentu kemenangan di Pilkada tidak mendapat tempat dalam perbincangan politik selama kurang lebih tiga bulan masa kampanye.

Ke mana kegarangan pembela perempuan, dan apa yang perlu dilakukan jelang masa tenang ?

Masa tenang Pilkada serentak 2024 akan dimulai terhitung Minggu, 24 hingga Selasa, 26 November 2024 dan hari pelaksanaan pencoblosan.

Momen ini tidak hanya menjadi waktu yang penuh refleksi, siapa pemimpin yang paling tepat dititipkan amanah untuk nasib perempuan akan lebih baik lima tahun kedepan, tetapi bisa dimanfaatkan sebagai momentum konsolidasi kekuatan perempuan di akar rumput.

Sepanjang kampanye Pilkada 2024 di Sulsel, seperti di banyak daerah lainnya, isu perempuan belum dilihat sebagai masalah sosial yang urgen mendapat porsi lebih riil dalam visi misi para kandidat.

Para kandidat, meski memegang peran penting dalam menentukan arah kebijakan daerah, tampaknya kurang memberi perhatian serius terhadap problematika perempuan.

Padahal, isu perempuan tidaklah sederhana—perempuan adalah bagian integral dari masyarakat yang memerlukan perhatian khusus, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi.

Namun, di tengah gencarnya berbagai kampanye politik, persoalan ini tak kunjung mendapat tempat yang layak dalam perbincangan politik.

Fenomena ini bukanlah hal yang baru.

Dalam beberapa Pilkada sebelumnya, perempuan sering kali diposisikan hanya sebagai objek atau pemilih, bukan sebagai subjek yang seharusnya diperhitungkan dalam setiap kebijakan.

Meskipun di tingkat nasional kita mulai melihat adanya upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, di tingkat daerah, suara perempuan seringkali terabaikan.

Tidak ada gebrakan besar dari para calon kepala daerah yang menggulirkan isu-isu spesifik yang menyentuh kesejahteraan perempuan, seperti penghapusan kekerasan berbasis gender, akses terhadap kesehatan reproduksi, masalah perawatan keluarga yang masih dibebankan terhadap perempuan dan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Di Sulsel, meskipun angka pemilih perempuan cukup signifikan mencapai 3,43 juta pemilih, jauh lebih banyak dari pemilih laki-laki yang hanya 3,25 juta dari total 6,68 juta orang pemilih berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel, namun nasib dan segala masalah-masalah spesifik yang dialami perempuan hampir tidak pernah diobrolkan selama kampanye.

Halaman
1234

Berita Terkini