Ngopi Akademik

Lima Sila yang Sakti

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rahmat Muhammad, Dosen Departemen Sosiolog Bidang Politik Unhas/KPS S3 Sosiologi FISIP Unhas

Oleh: Rahmat Muhammad

Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Dua hari yang lalu, tepatnya Selasa 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila, sebuah momen penting yang dirayakan untuk mengenang nilai-nilai Pancasila sebagai landasan negara.

Peringatan ini tidak hanya bertujuan untuk mengenang masa lalu, tetapi juga sebagai pengingat bahwa Pancasila telah terbukti mampu menjadi penopang kohesi sosial dan keadilan di tengah berbagai tantangan bangsa.

Momentum ini lahir dari peristiwa kelam yang terjadi pada tahun 1965, yaitu Gerakan 30 September (G30S), di mana enam jenderal dan beberapa perwira militer dibunuh oleh kelompok berhaluan komunis yang berusaha menggulingkan pemerintahan.

Peristiwa G30S mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdiri di atas dasar Pancasila.

Kelompok tersebut dianggap sebagai ancaman langsung terhadap ideologi Pancasila yang menjunjung tinggi persatuan, keadilan, dan kemanusiaan.

Pengkhianatan ini memicu kesadaran nasional tentang pentingnya mempertahankan Pancasila sebagai benteng dari segala ancaman, baik internal maupun eksternal.

Karena itulah, 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang para Pahlawan Revolusi yang gugur dalam mempertahankan keutuhan negara dan ideologi bangsa.

Peringatan ini memiliki makna mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pengorbanan para pahlawan dalam peristiwa G30S tidak hanya menjadi simbol keteguhan dalam menjaga Pancasila, tetapi juga mengingatkan kita bahwa persatuan dan keadilan harus terus diperjuangkan.

Nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya – Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial – adalah prinsip yang harus dipegang teguh dalam menghadapi tantangan apa pun.

Di masa lalu, ancaman nyata berupa kekerasan politik mencoba menggoyahkan Pancasila. Namun, bangsa Indonesia mampu bertahan dan bangkit kembali dengan lebih kuat.

Pancasila bukan sekadar teks formal yang tertulis dalam konstitusi, tetapi merupakan panduan hidup bangsa yang majemuk.

Setiap sila di dalamnya mencerminkan nilai-nilai yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Hari Kesaktian Pancasila menjadi momen penting untuk merenungkan peran ideologi ini dalam menjaga harmoni dan kerukunan, terutama di tengah arus globalisasi dan perubahan sosial-politik yang begitu cepat.

Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia mungkin telah berubah, tetapi ancaman terhadap persatuan dan keadilan tetap ada.

Oleh karena itu, peringatan ini sekaligus menjadi ajakan bagi kita semua untuk terus menjaga nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di era modern ini, Pancasila juga memiliki peran strategis dalam merespons isu-isu global.

Nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan persatuan yang terkandung dalam Pancasila relevan untuk menghadapi tantangan dunia seperti ketimpangan sosial, krisis lingkungan, dan ancaman terhadap demokrasi.

Lima sila tersebut adalah panduan yang tidak hanya memperkokoh kehidupan berbangsa, tetapi juga membantu Indonesia menavigasi tantangan global di abad ke-21.

Peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi pengingat bahwa Pancasila telah terbukti menjadi kekuatan yang sakti dalam menjaga keutuhan dan kemajuan bangsa.

Lima sila Pancasila bukan sekadar simbol, tetapi adalah prinsip-prinsip hidup yang harus terus dihidupkan dalam setiap aspek kehidupan.

Pengorbanan para pahlawan dalam mempertahankan Pancasila adalah warisan yang harus terus kita jaga, dan momentum ini adalah waktu yang tepat untuk memperkuat kembali komitmen kita terhadap Pancasila sebagai fondasi negara yang kokoh dan berkeadilan.

Berita Terkini