TRIBUN-TIMUR.COM- Praka Jungko Lewi Kase meraih prestasi dengan siswa terbaik pada latihan militer internasional di Adelaide, Australia, akhir Juni 2024 lalu.
Ia adalah Prajurit TNI Angkatan Darat dinobatkan menjadi siswa terbaik dalam latihan militer lintas negara di Adelaide, Australia, Sabtu (29/6/2024).
Jingko Lewi Kase merupakan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dari Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) 81.
Dalam latihan militer itu, TNI AD diwakili oleh Jingko Lewi Kase dan Praka Khamdani Dwi Rahman dari Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya.
Keduanya lolos seleksi mengikuti latihan Section Commander Course (Sub 1 Corporal Course).
Keduanya berlatih selama lebih kurang tiga bulan bersama prajurit lain dari berbagai negara.
"Hasilnya, Praka Jingko mampu membawa harum nama bangsa dengan meraih penghargaan sebagai siswa internasional terbaik di latihan militer lintas negara tersebut dengan nilai Excellent," tulis siaran pers Dinas Penerangan TNI AD (Dispenad).
Jingko pun mengaku senang dengan capaiannya tersebut.
"Instruktur memberi tahu saya bahwa saya luar biasa. Saya siap pulang ke Indonesia," kata Jingko dalam keterangan video Dispenad, Minggu (7/7/2024).
Dalam video tersebut, Jingko juga memberikan pesan ke para prajurit di Indonesia.
"Tetap semangat, rajin belajar, kita juga bisa. Di mana pun berada lakukan yang terbaik. Komando," ujar Jingko.
Satuan 81 Kopassus
Satuan 81 Kopassus, atau dulu lebih dikenal sebagai SAT-81/Gultor adalah satuan antiteror di Kopassus setingkat Grup yang terdiri dari prajurit terbaik dengan kualifikasi di atas rata-rata pasukan khusus pada umumnya yang diseleksi dari satuan Kopassus. Satuan-81 Kopassus sendiri bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur.
Kekuatan dari satuan ini tidak dipublikasikan secara luas dari sisi jumlah personel maupun jenis persenjataannya yang digunakannya.
Semua unsur tersebut dijaga dengan kerahasiaan tingkat tinggi dan hanya diketahui oleh sebagian kecil pemangku otoritas. Mengingat ini satuan terbaik di antara yang terbaik di dalam organisasi Kopassus secara khusus, dan TNI Angkatan Darat pada umumnya.
Perlu untuk diketahui bahwa beberapa tahun belakangan ini istilah Gultor dihilangkan seiring dengan peningkatan kualifikasi yang dimiliki lebih dari sekadar penanggulangan teror.
Sejarah
Pendirian Satuan-81 Kopassus tidak lepas dari analisis intelijen atas perkembangan eskalasi jaringan terorisme internasional pada periode 1970 hingga 1980-an yang dapat mengancam stablitas hubungan internasional maupun negara itu sendiri.
Pada tahun 1970, Kepala Pusat Intelijen Strategis melaksanakan studi banding ke negara-negara Barat seperti Eropa dan Amerika dalam proses pembentukan satuan anti teror.
Beberapa negara dan satuan antiteror yang menjadi acuannya antara lain ialah Korps Commandotroepen dari Belanda, kemudian Special Air Service yang adalah pasukan khusus Angkatan Darat dari Inggris, GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9), satuan kepolisian paramiliter elit dari Jerman Barat, dan U.S Special Force dari Amerika Serikat.
Pada tanggal 28 Maret 1981, terjadi suatu peristiwa pembajakan pesawat DC-9 Garuda Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis bernama Komando Jihad.
Kopassus, yang waktu itu masih bernama Kopassandha, kemudian ditunjuk oleh Panglima ABRI pada saat itu yakni, Jenderal M. Jusuf untuk mengambil alih operasi pembebasan sandera dengan Letnan Kolonel Inf. Sintong Panjaitan sebagai pimpinan operasi, dengan memilih personel Kopassandha yang terbaik dimana saat itu Sat 81/Gultor belum terbentuk.
Operasi pembebasan sandera pun berjalan sukses dan secara dramatis melambungkan reputasi Kopassus di mata dunia internasional.
Berangkat dari pengalaman ketidaksiapan dalam menghadapi terorisme di era itu kemudian mendorong Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI saat itu, Letnan Jenderal TNI L.B Moerdani, untuk menginisiasi agar segera membuat kesatuan baru setingkat Detasemen di lingkungan Kopassandha.
Pada 30 Juni 1982, dibentuklah Satuan Anti Teror Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha, melalui surat keputusan nomor: SKEP/4/VI/1982 tanggal 30 Juni 1982 yang merupakan Satuan Anti Teror pertama di Indonesia, dengan Mayor Inf. Luhut Binsar Panjaitan sebagai komandan dan Kapten Inf. Prabowo Subianto selaku wakil komandan.
Kapten Inf. Prabowo Subianto (paling kiri) bersama Mayor Inf. Luhut Binsar Panjaitan (kanan pertama) diutus oleh ABRI pada tahun 1982 untuk mengikuti Pendidikan Antiteror di Jerman sebelum membentuk satuan antiteror pertama di Indonesia.
Kedua perwira tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.
Satuan-81 merupakan ujung tombak pertahanan dan keamanan Republik Indonesia. Tidak seperti satuan lain yang selalu mengekspos kegiatan mereka, visi dan misi Satuan-81 adalah untuk "tidak diketahui, tidak terdengar dan tidak terlihat".(*)