Tribun HIS

Kisah Ziaul Haq, 15 Tahun Ngajar di Pulau Laiya Pangkep Sulsel, Internet dan Listrik Serba Terbatas

Penulis: Siti Aminah
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret Ziaul Haq (depan) dan beberapa guru serta siswa naik jolloro ke sekolah.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - M Ziaul Haq sudah 15 tahun lamanya berjuang untuk mencerdaskan anak-anak pulau. 

Tahun 2009 menjadi tahun keberuntungan baginya karena menjadi satu di antara ribuan pejuang guru yang lolos Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Namun tak disangka, ia ditempatkan di sebuah pulau di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pulau Laiya, Desa Mattiro Labangeng, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, tempatnya.

Daerah itu begitu asing baginya.

Baca juga: Kisah Masa Kecil Prof Karta Jayadi, Anak Lorong Rumah Digusur Tapi Ayah Prinsip Anak Harus Sekolah

Tak pernah ia bayangkan sebelumnya akan mengajar di pulau terpencil dengan keterbatasan akses transportasi, komunikasi, serta listrik yang layak. 

Butuh keberanian untuk menempuh pulau kecil dengan transportasi jolloro (kapal air). 

Belum lagi jika harus diterjang badai angin dan hujan di perjalanan, betul-betul memacu adrenalin. 

"Bagi saya yang lahir dan tumbuh di Kota Makassar, pengalaman naik kapal tradisional jolloro adalah sesuatu yang langka, menantang sekaligus mendebarkan," ucap Ziaul Haq. 

Mengabdi di kepulauan menorehkan kisah suka dan duka tersendiri bagi pria kelahiran 1980 ini. 

Ia harus meninggalkan keluarga dan  mengarungi lautan beberapa jam untuk sampai di tempat mengajar. 

Lampu penerangan hanya mengandalkan genset yang menyala empat jam sehari, mulai dari jam 6 sore sampai jam 10 malam. 

Akses telepon seluler dan internet yang terbatas dengan signal yang timbul tenggelam tergantung kondisi cuaca.

Namun keramahan dan kebersahajaan warga Pulau Laiya membuatnya merasa nyaman.

"Mereka (warga Pulau Laiya) menerima kami seperti layaknya keluarga sendiri," tuturnya. 

Ziaul Haq bercerita, SMP di Pulau Laiya baru dibangun tahun 2008, hasil kerjasama hibah pemerintah Australia (Ausaid) dengan Pemkab Pangkep. 

Sebelumnya, pulau ini hanya memiliki sekolah setingkat Sekolah Dasar (SD).

Karenanya, banyak warga pulau yang tidak bisa mengenyam pendidikan setara SMP. 

Hanya segelintir anak yang bisa melanjutkan sekolah di kota atau daratan, sebab banyak pertimbangan utamanya soal biaya dan tempat tinggal.

Baca juga: Cerita Sopir Bus Borlindo Terima Donasi Rp100 Juta dari Warganet Berkat Kebaikannya saat Idul Fitri

Guru Agama Islam ini juga menceritakan pengalamannnya mendidik anak-anak pulau. 

Dimasa-masa awal mengajar, ia dihadapkan dengan tantangan kondisi pola pikir masyarakat. 

Tak bisa dipungkiri, kesadaran pentingnya pendidikan warga pulau masih sangat minim. 

Justru merekalah (para guru) yang berusaha menyesuaikan dengan kondisi dan kebiasan masyarakat, termasuk waktu masuk sekolah. 

"Awalnya kami menerapkan masuk sekolah siang hari karena mayoritas anak laki-laki yang menjadi siswa kami harus membantu orang tua mereka melaut di malam hari hingga menjelang pagi," ungkapnya. 

"Sehingga di pagi hari mereka mengantuk dikelas, sedangkan anak perempuan kebanyakan membantu memilah-milah hasil tangkapan orang tua mereka dipagi hari," sambungnya. 

Proses itu berlangsung kurang lebih 1 tahun, sampai kemudian pertengahan 2010 barulah kebijakan sekolah di pagi hari diterapkan.

Kebijakan itu diambil melalui proses dialog dengan tokoh masyarakat dan orang tua siswa. 

Keramahan dan kesederhanaan masyarakat sangat terasa membekas bagi mereka. 

Selang waktu 15 tahun tidak ada yang berubah dengan kedekatan emosional para guru dengan warga setempat. 

"Terkadang diwaktu senggang mereka mengajak untuk turun ke laut memancing ikan, dan seringkali ada siswa yang datang ke rumah guru membawa ikan segar hasil tangkapan orang tua mereka," katanya. 

Setelah kurang lebih 17 tahun SMPN 5 Satap Liukang Tupabbiring berdiri, sudah banyak alumni yang berhasil lolos di sekolah unggulan. 

Bahkan banyak juga yang melanjutkan pendidikan hingga Universitas Negeri dan berhasil di berbagai bidang profesi.

Di momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ini, ia berharap pemerintah pusat bisa lebih memperhatikan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan yang ada dikepulauan.

Misalnya sarana fisik yang layak, kebutuhan akses transportasi dan penempatan tenaga pendidik baru yang fresh graduate sehingga mampu mengakselerasi percepatan peningkatan pendidikan diwilayah kepulauan.

"Terkhusus memperhatikan ketersediaan tenaga SDM yang notabene adalah warga asli pulau untuk bisa membangun daerahnya lebih hebat dan maju," harapnya. 

Biodata singkat: 

  • Nama : M Ziaul Haq HS
  • Lahir: Makassar, 6 april 1980
  • Pekerjaan: Guru PAI SMPN 5 Satap Lk. Tupabbiring
  • Pendidikan Terakhir : S2 UIN alauddin makassar
  • Pengalaman Organisasi: HMI Cab. Gowa Raya, AMPI sulsel, KNPI sulsel.(*) 

Berita Terkini