TRIBUN-TIMUR.COM, TORAJA - Longsor di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) akhir pekan lalu tewaskan 20 orang.
Bupati Tana Toraja, Theofilus Allorerung menduga praktik pertanian yang berlebihan jadi penyebab longsor.
"Saya kira tidak terlepas dari ulah manusia. Karena apa, pembabatan terhadap pohon-pohon, tidak ada disisakan untuk terasering," kata Theofilus Allorerung di Rujab Bupati Tana Toraja, Jl Sultan Hasanuddin, Makale, Selasa (16/4/2024).
Theofilus juga menyoroti praktik penggunakan pestisida dalam penanganan lahan petani.
Menurutnya, penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan kematian akar-akar tanaman.
Baca juga: Pemkab Tana Toraja Akan Pakai BTT untuk Relokasi Rumah Korban Longsor
Sehingga tidak ada akar pepohonan yang dapat mengikat atau menahan tanah.
Hal ini memicu terjadinya longsor yang merugikan.
Karenanya ia berencana melarang penggunaan pestisida dalam pembabatan lahan.
"Ini adalah perilaku petani yang lebih memilih solusi instan. Padahal ini sangat beresiko," ungkapnya.
Olehnya, sangat pentingnya kepada masyarakat untuk mencegah praktik-praktik yang dapat menyebabkan longsor di lereng-lereng.
"Kami selalu mengimbau agar tidak menggunakan pestisida dalam pembabatan lahan lumpur dan juga membuat terasering dari kebun-kebun yang ada di sekitar lereng-lereng," ujarnya.
Menurutnya, insiden di Lingkungan Palangka menjadi contoh nyata bagaimana bambu-bambu turut terseret dalam longsor.
"Bambu pun ikut terseret karena dari atas yang longsor terjadi," tandasnya.
Relokasi 20 Rumah Korban Longsor
Pemerintah Kabupaten Tana Toraja (Tator), Sulawesi Selatan, mengumumkan rencana untuk merelokasi pemukiman warga yang menjadi korban bencana longsor.