TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wakil Direktur Badan Pekerja Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi, Anggareksa meminta Inspektorat Kabupaten Maros dugaan fee dalam pengerjaan proyek.
Hal itu diungkapkan Anggareksa menanggapi adanya kontraktor lokal Maros yang meradang lantaran adanya dugaan praktik monopoli dan jual beli proyek.
Terlebih, berhembus kabar pula ada dugaan pemberian fee 15-20 persen dari anggaran proyek yang dikerjakan.
Pengakuan Ketua DPC Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Maros, Andi Riza menjadi perhatian ACC.
Andi Riza berani membongkar dugaan monopoli, jual beli proyek hingga fee yang tak wajar yang terjadi di Maros.
"Inspektorat Maros harus turun mengusut dugaan fee proyek tersebut, karena jika benar maka bisa dipastikan proyek yang dikerjakan kualitasnya buruk dan masyarakat yang dirugikan selaku penerima manfaat," kata Anggareksa kepada tribun, Jumat (5/1/2024) malam.
Pemberian fee proyek lanjut Angga, memang kerap didapati di beberapa pengerjaan proyek.
Dan pemberian fee itu kata dia sangat erat kaitannya dengan praktik korupsi.
"Lebih jauh praktek korupsi dengan memberikan fee proyek sering terjadi, untuk itu inspektorat Maros harus melakukan pengawasan yang maksimal agar praktek tersebut tidak terjadi di Kabupaten Maros," ujarnya.
Tidak hanya itu, Anggareksa juga meminta aparat penegak hukum (APH) turut melakukan monitoring terkait hal tersebut.
"Iya (termasuk aparat penegak hukum polisi dan kejaksaan) harus melakukan pengawasan," imbuhnya.
Kontraktor lokal Maros meradang akibat dugaan praktik monopoli proyek di Bumi Butta Salewangang.
Kepala Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Barang dan Jasa atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) Maros, Wempi Sumarlin belum menjawab tudingan Gapeksindo.
Kontraktor lokal Maros kadang menjadi penonton di daerahnya sendiri.
Pasalnya, kontraktor luar dari Kabupaten Gowa hingga Parepare eksis di Maros beberapa tahun terakhir.