Saat itu, Ary maju dari daerah pemilihan (dapil) Kalteng.
Dia mengantongi 77.402 suara, terbanyak kedua di dapilnya. Ary pun berhasil melenggang ke Senayan.
Pada awal menjabat, Ary ditempatkan di Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.
Lalu, sejak 2020 hingga saat ini dia ditugaskan di Komisi III DPR yang membawahi bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan.
Pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Ary menyatakan mundur dari parpol yang menaunginya, Partai Nasdem.
Namun demikian, pengunduran diri itu belum disampaikan secara resmi.
"Dalam kasus Bu Ary, beliau sudah ketemu saya dan sudah menyatakan mundur secara lisan, kita lagi menunggu surat resminya," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim saat konfirmasi, Selasa (28/3/2023).
Menurut Hermawi, dalam pakta integritas yang diteken seluruh legislator Nasdem ketika dulu menjadi calon anggota legislatif (caleg), mereka harus mundur apabila terlibat kasus korupsi.
Apabila tidak, pihak partai yang akan mencabut status keanggotaan dari anggota legislatif yang terjerat kasus korupsi ini.
"Semua kader Nasdem telah menandatangani pakta integritas, taat pada hukum. Kita minta semuanya tetap menghormati pakta integritas itu," ujarnya.
Kasus korupsi KPK menduga, Ary bersama suaminya terlibat kasus dugaan korupsi terkait peranan mereka sebagai penyelenggara negara.
Suami Ary, Ben Brahim S Bahat, diduga memotong pembayaran PNS dan kas umum di lingkungan kerjanya.
Modusnya, seakan-akan PNS dan kas berutang ke sang bupati.
“Melakukan perbuatan di antaranya meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau kepada kas umum,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (28/3/2023).
“Seolah-olah memiliki utang pada penyelenggara negara tersebut, padahal diketahui hal tersebut bukanlah utang,” tambahnya.