Warga desa pun lari dan sembunyi di perkebunan tebu.
Mereka baru bisa keluar di hari ke 8 imlek untuk merayakan imlek.
Maka dari itu, suku Hokkian biasanya lebih meriah di hari ke-8.
"Selain simbolisasi tebu yakni manis juga sebagai simbol rasa terima kasih karena diselamatkan sama pohon tebu dari serangan warga desa lain," jelasnya.
Shabda mengatakan, mereka pasang tebu juga sebagai ucapan terima kasih.
"Jadi dulunya warga merasa terselamatkan karena bersembunyi di perkebunan tebu. Jadi, ini sebagai rasa terima kasih mereka. Maka dari itu, selalu ada tebu di pintu rumah mereka saat perayaan imlek," imbuhnya.
Laporan jurnalis Tribunpinrang.com, Nining Angreani.