Pula kita juga tidak boleh secara sepihak menyalahkan almarhumah yang berdiri di tengah jalan bersama rombongan lain tiba tiba tali yang ditarik keras tersebut menghempaskan kaki Masyta yang menyebabkan dirinya jatuh di aspal.
Bahkan dalam video CCTV beredar di media sosial tak ada sama sekali menunjukkan bahwa tali yang merenggut nyawa almarhumah sebagai kesalahan murni.
Kelalaian dan kesiapan penyelenggara dan penanggungjawab kegiatan panitialah yang menyebabkan hal ini terjadi.
Tidak adanya kesiapan yang mumpuni dan kata “safety first” pun tidak dibunyikan di event tersebut. .
Sewajarnya, polisi menjalankan tugas penyelidikan dan mencari intellectual dader atau tokoh intelektual dibalik jatuh korban jiwa.
Maka di tengah penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian sebaiknya tidak hanya mencari siapa pelaku yang menjadi tersangka tapi jauh lebih penting adalah siapa yang paling bertanggungjawab.
Penyelenggara sebagai panitia pelaksanana rasa tidak adil jika hanya sosoknya dijadikan pelaku utama.
Logikanya adalah, penyelenggara hanya bertindak sebagai pelaksana, tapi yang perlu dijadikan tersangka adalah pemberi mandat kegiatan.
Panitia hanya menjalankan mandat yang diberikan tapi aktor intelektuannya adalah pemberi mandat sekaligus yang mempunyai ide dan gagasan untuk memenuhi ambisinya mendapatkan rekor MuRI.
Tidak hanya sampai pada memenuhi ambisi dan berobsesi mendapatkan personal branding dan pencitraan dengan melibatkan orang ribuan orang dengan cara memobilisasi para RT dan RW yang tidak mempunyai ikatan organisasi alumni.
Mobilasisasi massa yang cukup banyak dan diorganisasi dengan rapih massif sehingga mengatasnamakan organisasi alumni.
Sepantasnya pihak penyidik bisa mengambil tindakan penidakan secara akurat dan menentukan tersangka utama sebagai pelakunya.
Apalagi ditinjau dari aspek hukum pidana, seperti diungkap pengacara kawakan sekaliber Tadjuddin Rachman dalam berbagai sharing ide media sosial, mengungkapkan, “Sepantasnya penyelenggara yang tidak mempertanggungjawabkan aspek keamanan pada acara tarik tambang dapat dijerat dengan tuduhan kelalaian atau kealpaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain."
Hal ini biasa disebut dolus eventualis atau kesengajaan sebagai kemungkinan, sebab sebelumnya penyelenggara atau aktor intelektual wajib memikirkan akibat yang ditimbulkan akibat banyaknya orang dan berdempetan saat menarik tali tambang, apalagi mendatang warga berkisar 5.000 sebagai pelaku tarik tambang.
Yang lebih miris lagi aktor intelektualnya mengumpulkan ribuan orang dari setiap pelosok Makassar dengan cara mengeskploitasi demi kepentingan sesaat.