Catatan dari Reuni Trembesi

Kisah Jenderal Doni Monardo dan Andi Onny Gappa Hijaukan Markas Kostrad Kariango

Penulis: CitizenReporter
Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Letnan Jenderal TNI (Purn) Doni Monardo

Pertama moge Harley Davidson. Kedua, menanam pohon. Bahkan di mana pun Onny Gappa beraktivitas, nyaris tak pernah lepas pernyataan ini, “Siapa saja yang butuh bibit pohon silahkan datang ke rumah saya."

Di rumahnya Jl Hertasning Raya, Makassar memang laiknya hutan. Garasi mobilnya, diisi kantung bibit tanaman keras.

“Saya belum berpikir ke pohon untuk menghijaukan markas brigade. Sebab, yang memperkenalkan saya adalah kelompok pecinta Harley Davidson. Sementara saya tahu pak Onny senang motor besar. Toh saya berpikiran positif, meski saya bukan penggemar moge (motor gede),” kata Doni.

Pada hari dan jam yang ditentukan Doni bertemu Onny. Doni mengenakan uniform PDH militer. Lengkap dengan tongkat komando dan baret hijau.

Begitulah gambaran proses perkenalan Doni dan Onny hingga ke substansi penghijauan markas Brigif begitu lancar. Lancar jaya.

“Hari itu juga pak Onny berkenan datang ke lokasi Brigif. Di sini, komentar beliau kurang lebih, ‘wah… ini butuh banyak pohon, pak Doni’,” ujarnya. Doni tertawa dan membenarkan. Tanpa basa-basi, Onny melanjutkan dengan pertanyaan, “Saya bantu bibit pohonnya pak. Mulai kapan?” tanya Onny kepada Doni.

Bukan Doni Monardo kalau menjawab, “besok atau minggu depan”. Alhasil, Doni pun menjawab, “Kalau bisa hari ini juga, pak Onny.”

Singkat kalimat, Onny mempersilakan armada Brigade datang ke rumahnya untuk mulai proses pengangkutan bibit-bibit trembesi.

Tak kurang dari 20 ribu bibit trembesi disumbangkan Onny Gappa untuk menghijaukan Markas Brigif Kariango.

Pepatah Asam Garam

Jika menarik waktu ke belakang, takdir yang mempertemukan Doni dan Onny dalam konteks trembesi memang merupakan sebuah keniscayaan. Pepatah yang tepat untuk melukiskan adalah “asam di gunung garam di laut bertemu dalam satu belanga”. Doni berdarah Minang, bekarier di militer. Sedangkan Onny berdarah Bugis Makassar, insinyur peternakan dan bankir. Keduanya bertemu dalam satu cinta: “Cinta Trembesi”.

Ada hal tak terlupakan saat untuk pertama kali Doni dipertemukan dengan Onny Gappa. Doni terpana oleh sejumlah bingkai foto besar yang ada di ruang kerja Onny Gappa. “Bukan foto Harley Davidson atau foto para bankir. Bukan. Foto yang beliau pasang besar-besar adalah foto pohon trembesi. Seketika saya membantin, wah ternyata pak Onny punya pohon favorit yang sama dengan saya,” kenang Doni.

Doni Monardo lantas menceritakan pengalaman, utamanya saat berdinas di lingkungan Paspampres. Karena tugas, ia berkesempatan mengunjungi hampir seluruh wilayah di Indonesia (dalam kaitan pengamanan kunjungan presiden/wakil presiden). Ada kesan khusus dengan trembesi.

“Hampir di setiap pusat pemerintahan kota di berbagai daerah dari Aceh sampai Papua, selalu dijumpai tiga jenis pohon: beringin, asam, dan trembesi. Khusus di Malang, ada tambahan pohon mahoni,” kata Doni.

Di benak Doni terbersit keyakinan, bahwa trembesi adalah salah satu pohon istimewa. Itu pula yang membuat trembesi menjadi salah satu jenis pohon yang harus ditanam di pusat-pusat pemerintahan Hindia Belanda seluruh wilayah Nusantara.

Puncak rasa penasaran Doni Monardo terhadap trembesi terjadi tahun 2003, saat ia menjabat Dandema Paspampres. Hingga suatu hari, ia pergi ke daerah Cikokol di Tangerang Selatan. Relatif tidak terlalu jauh dari kediamannya di Serpong. “Yang jual pohon trembesi lokasinya agak ke dalam, jadi harus naik sepeda motor. Di situ saya menemukan bibit trembesi diameter ukuran paha. Harganya empat-ratus-ribu rupiah,” kisahnya.

Pohon pun ditanam di depan rumah. Karena ditanam dengan cinta serta dirawat dengan baik, trembesi Doni tumbuh sangat cepat. Dalam waktu setahun, sudah lebih tiga meter. “Buru-buru saya minta bantuan tukang untuk memindahkan ke seberang jalan. Sejak itu saya makin paham, trembesi termasuk yang fast growing,” kata Doni.

Bukan hanya fast growing, trembesi juga dijuluki “die hard” oleh Doni. Salah satu jenis pohon yang bisa tumbuh dan hidup di mana saja. Jangankan di tanah subur, di tanah bebatuan saja hidup. Jangankan di tanah cadas, bahkan di sungai pun bisa hidup.

Doni lalu menyebutkan contoh pohon trembesi berusia ratusan tahun yang tumbuh di sungai dekat di Jl Cikapundung, Bandung. Juga trembesi yang tumbuh di rawa-rawa Meruya, Jakarta Barat. Masih banyak contoh lain, trembesi bisa tumbuh di mana saja.

“Cek ke ahli pohon, atau cari di google tentang trembesi. Manfaatnya sangat banyak. Yang pasti menyimpan air di bawah, dan mengikat karbon di atas. Salur dahannya juga indah. Ini pohon yang luar biasa,” kata Doni pula.

Trembesi 24 Jam

Alkisah, Doni dan Onny semakin lengket. Keduanya diikat dalam satu komitmen bernama penghijauan. Keduanya disatukan dalam cinta bernama cinta trembesi. “Saya diperlihatkan kebun trembesi yang dikerjasamakan dengan Unhas. Bahkan orang yang mengurus bibit-bibit trembesi beliau pun saya masih ingat. Namanya Wayan,” kata Doni.

Setelah bibit-bibit trembesi pemberian Onny Gappa tiba di markas brigade, seketika itu pula perintah komandan jelas dan tegas, “Tanam trembesi, jangan sampai mati.” Doni benar-benar menghukum prajurit yang karena kelalaiannya mengakibatkan trembesi layu dan mati. Ia bukan saja harus menanam dengan bibit yang baru, tetapi harus tidur di dekat pohon yang dia tanam.

“Jadi kalau hari ini kita melihat markas Brigif Kariango begitu bersih dan rimbun oleh trembesi itu karena kerja keras prajurit. Rasa hormat saya kepada para prajurit Brigif Kariango,” kata Doni, disambut tepuk tangan meriah hadirin. “Saya juga minta maaf kalau waktu itu dinilai terlalu keras.”

Upaya luar biasa memang telah dilakukan Doni Monardo beserta jajarannya ketika itu. Bahkan proses penanaman hingga perawatan bisa dibilang 24 jam. “Patroli trembesi” dilakukan setiap malam. Inspeksi komandan, dilakukan pagi dan sore. Bahkan saat memasuki bulan Ramadhan pun, kegiatan tidak mengendor. “Kalau bulan Puasa, penyiraman dilakukan setelah shalat tarawih,” kata Doni.

Jumpa Panglima

Benih-benih sukses penghijauan Brigif Kariango menampakkan hasil positif. Ini tentu saja memupus pesimisme sebagian (besar) prajurit Kariango sebelumnya.

“Saya tahu, banyak prajurit marah, banyak prajurit tidak setuju waktu saya minta menanam pohon. Saya mendengar ada yang ngomong, ‘kami sudah bertahun-tahun menanam pohon, dan gagal terus. Ini Kopassus (yang dimaksud adalah Doni Monardo) datang mau penanam pohon pula. Mana mungkin berhasil’,” kata Doni menirukan keluhan dan protes prajurit.

Berkat kerja keras, disiplin, dan kerja ikhlas, trembesi bisa tumbuh di tanah bebatuan Kariango. Hal itu pun dilaporkan Doni saat berjumpa Pangdam VII/Wirabuana (ketika itu), Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo. Djoko yang nota-bene juga mantan Danbrigif Kariango pun terkesan. “Coba, saya mau bertemu pak Onni Gappa,” kata Doni menirukan perintah Pangdam VII/Wirabuana saat itu.

Doni pun menghubungi “sahabat trembesi” Onny Gappa. “Pak Onny. Panglima mau bertemu,” kata Doni kepada Onny.

Ia merasa senang bisa mempertemukan Onny Gappa dengan Mayjen Djoko Susilo. Sebab Doni tahu persis obsesi Onny Gappa yang ingin menghijaukan seluruh wilayah Indonesia dengan trembesi. Doni berpikir, obsesi itu bisa dimulai dari Sulawesi, atau teritori Kodam VII/Wirabuana.

Muara pertemuan adalah keluarnya surat perintah kepada seluruh jajaran Kodam VII/Wirabuana untuk melakukan penghijauan trembesi di wilayah masing-masing. “Setelah itu, pak Onny keliling dari Korem ke Korem, dari Kodim ke Kodim, sosialisasi trembesi,” kata Doni.

Sejak itu pula, trembesi mulai merambah wilayah-wilayah lain di luar Maros dan Makassar yang sudah dihijaukan Doni Monardo dan jajarannya. “Saya berani mengatakan, hampir semua pohon trembesi yang ada di Sulawesi, asalnya dari Kariango, berkat jasa Pak Onny dengan Panin Peduli-nya,” tegas Doni.

Hijaukan Indonesia

Puncak kisah sukses menghijaukan area Brigif Kariango yang semua tandus, ditandai dengan pemasangan papan di dekat kebun bibit. Papan itu bertuliskan “Dari Kariango Ikut Hijaukan Indonesia”. Saat moment “Reuni Trembesi” 6 Desember 2022, papan itu tampak masih utuh. Bahkan, tulisan yang sempat memudar, sudah dicerahkan dengan cat yang baru.

Tahun 2008, dua tahun setelah menjabat Komandan Brigif Kariango, turun Skep penugasan baru untuk Kolonel Inf Doni Monardo kembali ke satuan Pasukan Pengaman Presiden sebagai Dan Grup A Paspampres (2008 – 2010). “Saya tahu, orang yang paling sedih atas kepindahan tugas saya adalah almarhum Onny Gappa,” kata Doni, sendu.

Saat bertemu, beliau mengatakan, “Kalau pak Doni pindah, bagaimana nasib trembesi-trembesi di Sulawesi. Bagaimana kelanjutan program menghijaukan Indonesia.”

Dengan kalimat mantap Doni menjawab, “Pak Onny tidak perlu khawatir. Saya akan tetap mengawal dan melanjutkan program yang sudah kita canangkan.”

“Jadi, kalau hari ini Kariango hijau, trembesi ada dari Aceh sampai Papua, ini semua tidak lepas dari jasa besar almarhum Onny Gappa. Tanpa almarhum Onny Gappa, tidak mungkin ada trembesi di banyak tempat di Indonesia!”

Berkata begitu, meledaklah isak tangis Doni Monardo. Ia tak kuasa membendung sesak di dada, atas bahagia dan haru yang membuncah terhadap kenangan jasa besar almarhum Onny Gappa.

Hadirin yang tekun mengikuti acara reuni, tak pelak ikut meleleh, mengusap air mata. Termasuk istri Onny Gappa, Andi Soraya Mattalatta dan putra semata wayangnya, Andi Ahmad Yani Gappa yang hadir mengenakan loreng Sahabat Kopassus pemberian Doni Monardo.

Usai menarik napas panjang, Doni mengajak hadirin menundukkan kepala dan memanjatkan doa untuk almarhum Andi Tenri “Onny” Gappa.(*)

Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita

Berita Terkini