TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua DPP Kerukunan Keluarga Masyarakat Bone atau KKMB Kalimantan Timur ( Kaltim ) sekaligus mantan anggota Polresta Samarinda, Ismail Bolong (46) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perizinan tambang di Kaltim.
Penetapan Ismail Bolong sebagai tersangka dilakukan Badan Reserse dan Kriminal ( Bareskrim ) Polri, Rabu (7/12/2022), setelah diperiksa penyidik.
Dia disangka melanggar Pasal 158, 159, dan 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Ismail Bolong pun kini ditahan Bareskrim Polri.
Sebelumnya, Ismail Bolong 2 kali mangkir dari panggilan pemeriksaan terkait dengan dugaan tambang ilegal yang dijalankannya di Kaltim.
Akibatnya, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun sempat memerintahkan agar Ismail Bolong dicari dan ditangkap.
Sebelum Ismail Bolong ditetapkan tersangka, Bareskrim Polri juga menetapkan 2 tersangka.
• Ismail Bolong Ditahan Setelah Istri dan Anak Diperiksa, Pihak Bolong Ungkap Keanehan Bareskrim
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Kombes Nurul Azizah mengatakan, total ada tiga tersangka dalan kasus dugaan tambang ilegal tersebut.
"Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan oleh tiga orang orang tersangka," kata Nurul Azizah, Kamis (8/12/2022).
Nurul Azizah mengungkapkan, dua tersangka lainnya berinisial BP dan RP.
Nurul Azizah mengatakan, kasus itu berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/0099/II/2022/SPKT Dirtipidter Bareskrim Polri tangal 23 Februari 2022 terkait dengan dugaan penambangan ilegal.
"BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. RP sebagai kuasa Direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan, dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP," ujar Nurul Azizah.
• Nasib Komjen Agus Andrianto Setelah Pengakuan Ismail Bolong Soal Rp6 Miliar? Penjelasan Terbaru KPK
Ia juga menjelaskan Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain.
Ismail Bolong juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Nurul Azizah kemudian menjelaskan, kasus tambang ilegal itu berlangsung sejak November 2021.