Mengapa Penyelenggara Negara Pemkot Makassar dalam Kasus Pasar Butung Tidak Dijadikan Tersangka?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pusat Grosir Pasar Butung Makassar

Memaksakan kasus ini dari sisi Pidana khususnya Tindak Pidana Korupsi, jelas-jelas membuktikan bahwa penyidik tidak melek dalam menentukan pihak yang seharusnya bertanggungjawab.

Dirut PD Pasar Makassar Raya yaitu saudara Basdir telah mengaku pada media cetak dan media online bahwa KSU Bina Duta ingin membayar Jasa Produksi untuk 37 kios, namun Direksi PD Pasar Makassar Raya telah menolak pembayaran Jasa Produksi dari KSU Bina Duta.

Dengan alasan berproses di Kejaksaan Negeri Makassar, lalu apa lagi yang menghalangi Penyidik Kejaksaan Negeri Makassar untuk mengaku telah salah menetapkan tersangka?

Apakah penyidik takut, apabila menetapkan tersangka dari Jajaran Direksi PD Pasar Makassar, akan berimbas pada oknum Jaksa yang memberikan arahan untuk tidak menerima pembayaran dari KSU Bina Duta dengan alasan sedang dalam proses hukum.

Ketiga, yang menjadi pertanyaan adalah diawal kasus korupsi pasar butung, Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, Ibu Andi Sundari, SH., MH selalu menggungkapkan pada media, lagi menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

Namun yang terjadi, yang keluar malah Laporan hasil audit keuangan dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim tanggal 18 Juli 2022 Nomor 001/PKKN-MKS/VII/2022.

Nah, yang harus Kepala Kejaksaan Negeri luruskan kembali melalui media kepada masyarakat adalah mengapa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia tidak ingin menghitung kerugian pada kasus korupsi pasar butung dan terpaksa memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk menghitung kerugian negara.

Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim tidak berwenang menetapkan nilai kerugian keuangan Negara berdasarkan pertama, Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 amandemen ke 3 menyebutkan “untuk memeriksa pengelolan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri“.

Kedua, Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, menyatakan:

  1. BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan Lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
  2. Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajoban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan BPK.

Ketiga, angka 6 Halaman 4 Surat edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 tanggal 9 Desember 2016 Rumusan Hukum Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI, menyatakan instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksaan Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan.

Dan Pembangunan/Inspektorat/satuan kerja perangkat daerah tetap berwenang melakukan pemeriksan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara.

Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya mengeluarkan laporan terkait nilai potensi kerugian bukan menetapkan kerugian negara dimana keadaannya badan hukum tersebut mengelola keuangan Negara.

Berbeda dengan KSU yang mengelola keuangannya secara privat sehingga menjadi pertanyaan dasarnya menghitung serta metodologi perhitungan yang digunakan sebagai rujukan berasal dari mana.

Nilai potensi kerugian daerah akibat tidak diterbitkan invoice/tagihan dan ditolak diterimanya setoran Jasa Produksi oleh PD Pasar Makassar Raya tersebut hanya sebesar Rp.289.340.000,00 (dua ratus delapan puluh sembilan juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah).

Sesuai dalam catatan PD Pasar tunggakan sebesar Rp185.000.000 di tahun 2019, dan di tahun 2020 sebesar Rp. 104.340.000,- .

Halaman
1234

Berita Terkini