Oleh: Muhammad Tariq
Pegiat Literasi dan Pemerhati Sosial
Di Indonesia kehidupan beragama sangat dinamis apalagi didukung dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin maju yang dikenal era digitalisasi.
Tentu saja pembahasan tentang toleransi harus mengikuti perkembangan teknologi yang ada pada saat ini.
Karena perkembangan teknologi mendukung dengan adanya media sosial, di mana orang dapat berkumpul melalui jaringan internet yang disebut dengan dunia maya (virtual), baik dari berbagai negara maupun agama.
Hal ini akan membuat kerapuhan terhadap toleransi beragama karena dengan adanya media sosial yang memungkinkan orang dapat menunjukkan sikap kebencian terhadap agama lain yang menurutnya bertentangan dengan agamanya.
Penulis mencoba mengulas tentang toleransi beragama yang terdapat di era digitalisasi.
Di mana Islam sebagai agama yang menginginkan pembangunan perdamaian.
Baca juga: Kaleidoskop Ulama
Maka dari itu, dalam Islam diajarkan untuk menerapkan sikap toleransi beragama dalam hal apapun termasuk dalam dunia maya atau internet.
Di internet memberikan kebebasan berekspresi yang tidak dapat terbatas bagi siapapun, sehingga toleransi antar umat beragama di dunia maya perlu adanya aturan yang dapat mengarahkan agar tidak terjadi intoleran terhadap agama lain atau selain agamanya.
Internet juga telah menjadi salah satu sumber daya informasi yang paling potensial untuk membuat sistem kehidupan lebih mudah.
Bayangkan saja, kehadiran internet telah mampu melahirkan sistem kehidupan baru lainnya.
Hal ini dapat kita rasakan bersama bahwa di dunia maya memiliki kesamaan yang sangat jelas dengan kehidupan nyata. Apa yang Anda lakukan di dunia nyata, saat ini kita juga bisa melakukannya di dunia maya.
Pada akhir-akhir ini ramai dibicarakan di tengah masyarakat tentang betapa pentingnya toleransi dalam beragama.
Islam telah memberi pedoman sedemikian jelas, bahwa agama tidak boleh dipaksakan. Disebutkan pula di dalam al-Qur’an bahwa, semua orang dipersilahkan memilih agama sebagaimana yang diyakini masing-masing.
Lakum diinukum wa liya diin’ atau Untukmu agamamu dan untukku agamaku’.
Dalam beragama, jika seseorang memaksakan tidak boleh, maka apalagi juga mengganggu, tentu tidak dibenarkan.
Dipersilahkan seseorang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing.
Manakala sikap dan pandangan itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemeluk agama, maka sebenarnya tidak akan terjadi masalah.
Mereka yang beragama Islam beribadah ke masjid, mereka yang kristen ke gereja, dan demikian pula lainnya.
Agama juga menganjurkan agar umatnya menjadi yang terbaik, yaitu saling mengenal, memahami, menghargai, mengasihi, dan bahkan juga saling bertolong-menolong di dalam kebaikan.
Umpanya semua umat beragama, apapun agamanya, mampu menunjukkan perilaku terbaik sebagaimana perintah ajaran agamanya, maka sebenarnya tidak akan terjadi persoalan terkait agama orang lain dalam menjalani hidup sehari-hari begitupun aktivitas kita di era digitalisasi seperti intraksi di dunia maya konsep ini lah yang mesti diaplikasikan.
Menjadi Indonesia, sebagai warga negara digital adalah menyadari bahwa setiap kita merupakan bagian dari negara majemuk, multikulturalis, sekaligus demokratis.
Ramah, sopan santun, dan jujur. Sebagai warga negara Indonesia yang menyenangi era digital, tiap individu semestinya memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam membuat konten – konten digital,
Kita semua adalah manusia, sekalipun saat berada di dunia digital.
Pengguna internet berasal dari berbagai negara yang memiliki berbagai perbedaan. Berbagai fitur di internet memungkinkan kita berlaku etis atau tidak etis.
Bijak berkomunikasi di ruang digital bisa dilakukan dengan berhati-hati dalam mengunggah dan berbagi konten digital, menghargai perasaan dan memperlakukan pengguna ruang digital lain secara baik, mengendalikan emosi, menerapkan kesantunan.
Oleh karena itu pembuatan konten agama untuk disebarkan mestinya memuat kesejukan dan nilai-nilai toleran, karena Indonesia sendiri terdiri dari masyarakat majemuk berbagai latar agama, suku, dan budaya.
Konten agama mestinya patuh pada etika, berisi pesan moral yang inklusif, tidak provokatif, tidak mengandung unsur kebencian, hoaks, pornografi, radikalisme dan tidak intoleran, dalam membuat konten berbau agama yang toleran hendaknya juga tidak menyinggung polemik dan persoalan yang menyangkut SARA.
Rumuskan visi misi penyampaian pesan keagamaan yang memegang teguh pada landasan etik dan moral, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Serta perlu memahami esensi keagamaan dalam berkedamaian dan berkemanusiaan.
Perlu disadari landasan fundamental berupa internalisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika bagi setiap warga digital di Tanah Air.
Karena tiap individu memiliki tanggung jawab, baik hak maupun kewajiban, untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berdasarkan pada nilai-nilai kebangsaan, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Kita pahami digital bukan sekadar bisa mengakses dan mengolah informasi serta mengunggah dan menyebarkannya di media digital.
Namun juga melek hukum digital yang berlaku, sehingga patuh pada norma dan aturan yang ada. Begitu pula ruang digital perlu diatur agar tak terjadi pelanggaran.
Diaturnya adalah dengan menggunakan hukum yang berlandaskan norma yang berlaku.(*)