TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Pakar hukum pidana Universitas Bosowa Makassar Prof Marwan Mas mempertanyakan tuntutan 6 tahun penjara bagi Gubernur Sulsel (non aktif) Nurdin Abdullah.
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang lanjutan terdakwa dugaan Tipikor perizinan dan infrastruktur di Sulsel tahun anggaran 2020-2021 di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (15/11/2021).
Prof Marwan menilai tuntutan itu sangat rendah jika merujuk pada pasal 12 huruf a UU korupsi.
Dalam pasal itu disebutkan ancaman hukuman minimal 4 tahun maksimal 20 tahun.
Prof Marwan pun menilai tuntutan 6 tahun itu menciderai rasa keadilan masyarakat.
Ia menegaskan, tindakan korupsi adalah sebuah kejahatan luar biasa.
Untuk itu hukum yang dijatuhkan juga harus kategori luar biasa.
Apalagi fakta-fakta persidangan yang tersaji menguatkan adanya tindakan suap atau penerimaan gratifikasi.
Berikut ulasan Prof Marwan Mas:
Inikan kita sudah lihat tuntutan JPU enam tahun ditambah denda 500 juta, kalau kita lihat prosesnya, inikan didakwa pasal 12 huruf a UU korupsi, ancaman maksimal 20 tahun penjara, paling singkat 4 tahun.
Maka sudah pasti itu hukuman minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, ini larangan menerima hadiah atau suap.
Nah yang jadi pertanyaan saya adalah kenapa hanya 6 tahun, padahal ini maksimal 20 tahun.
Kedua adalah dia tuntut juga mengenai gratifikasi, pasal 12 B UU Korupsi, justru di gratifikasi itu ancaman pidana tertingginya hukuman seumur hidup.
Antara hukuman seumur hidup dan hukuman maksimal 20 tahun ini kan, 20 tahun limit, kalau tidak terbukti hukuman seumur hidup, walaupun belum ada koruptur dihukum seumur hidup di Indonesia, itu hanya ancaman pidana di pasal gratifikasi.
20 tahun saja dengan 6 tahun itu kan terlalu jauh turun.
Lihat 20 ke 6 tahun, UU diancam minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun penjara, jadi sudah pasti Nurdin Abdullah dihukum 4 tahun, hakim itu pasti akan menjatuhkan 4 tahun penjara kalau hakim yakin terbukti sesuai fakta persidangan.
Ini soalnya, berarti hanya 2 tahun naiknya, kan minimal, ancaman pidana minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, jadi diancam dituntut 6 tahun hanya 2 tahun naik.
Tidak rasional ini JPU.
JPU mencederai rasa keadilan masyarakat dengan fakta yang terungkap di dalam sidang pengadilan.
Kita lihat semua, kita nonton, saya pernah mau ke sana nonton, putusan saya mau datang.
Saya melihat berjalan dengan baik sidang, dan pembuktian kentara sekali bahwa jelas sekali Nurdin Abdullah, ada diakui, tapi dia akui yang tidak langsung menyangkut dirinya, seperti terima uang dari Agung Sucipto ditujukan bantuan salah satu calon bupati bulukumba.
Didukung oleh Nurdin Abdullah, jadi uang itu mau disumbangkan ke dia, sekitar SGD 150 ribu, dia akui bahwa melalui dia, sepengetahuannya, itu saja dikui secara tidak langsung, lain-lain uang didapat Edy sekretaris PU, ada lagi pemberian agung sucipto dan kontraktor lain tidak akui, tapi tidak ada saksi ringankan bahwa dia tidak terima itu uang.
Jadi sangat jelas bahwa dia tidak terlibat.
Kedua, OTT, unsur tertangkap tangan pernah jadi soal, bukan berarti langsung ditangkap tangan ketika terjadi perbuatan tindak pidana.
Tapi juga tidak ada di tempat itu tapi ada orang lain menunjuk dia juga terlibat, nah siapa menunjuk itu Edi, sekretaris PU.
Kan ditanya KPU, siapa yang suruh, dijawab Edy bos ka suruh ini, begitu keteranganya, malah uangnya dia setor ke Nurdin Abdullah.
Jadi begitu, itulah bukti bahwa dia OTT.
Intinya adalah terlalu rendah tuntutan jaksa penuntut umum ini, minamal 4 tahun pasti dihukum itu, itu batas minimal, ini terlau rendah, mestinya ambil rata-ratanya adalah minimal 15 tahun tuntut, dengan denda minimal juga setengah dari dakwaan, ini kan hanya Rp500 juta, sementara paling rendah tuntutan adalah Rp1 M.
Itu dua dikenakan penjara, 15 penjara, kemudian minimal Rp500 juta rupiah, inikan yang didendakan hanya berapa.
Rendah. Kalau mau turun minimal 5 tahunlah.
Tidak ada unsur-unsur yang meringankan, tidak mau akui perbuatannya padahal tidak ada saksi lain benarkan bahwa dia tidak ketahui ada suap, diterima sekretaris PU Sulsel, tidak ada unsur ringankan.
Hakim bisa menjatuhkan hukuman di atas tuntutan jaksa, kita minta hakim harus kedepankan hati nuraninya, harus lihat persoalan rasa keadilan masyarakat.
Saya minta hakim melihat soal ini korupsi sebagai kejahatan luar biasa, kalau kejahatan luar biasa dilakukan oknum gubernur menerima suap kemudian program dari APBD diberikan pengusaha itu bisa bahaya.
Saya minta hati nurasi hakim untuk melihat persoalan ini bahwa korupsi itu kejatan luar biasa maka harus dijatuhi pidana luar biasa pula, caranya putuskan sebagaimana rasa keadilan masyarakat, boleh jatuhkan hukuman di atas tuntutan jaksa penuntut umum.
Hakim boleh putusan 15 tahun penjara, tidak apa-apa, atau di atasnya 10 tahun.
Laporan Kontributor TribunMakassar.com @bungari95